Kamis, 27 November 2008

Intelektual yang Bersahaja

Kecerdasan barangkali tidak harus berbanding lurus dengan keterwakilan materi. Paling tidak, ketika idealisme menjadi sumbu perjuangan yang menyemangati intelektualitas seseorang. Karenanya idealisme selalu dapat menjadi tameng keberpihakan pada sesuatu keyakinan walau itu pahit.

Sambil bercanda seorang teman pernah berkata tentang seorang kolega,”payah ini pakar politik kita, kemana-mana masih naik motor”, sambil menyebut nama kolega tersebut. Yang lain menimpali, “terlalu idealis sih”. Dalam hati saya lalu bertanya “memangnya, apa yang salah dengan sikap idealis?

Sikap idealis adalah sebuah pernyataan atas pendirian pada nilai-nilai yang telah dianut dan menjadi keyakinan seseorang yang tak terpengaruh oleh pandangan dan pendapat orang lain. Semata-mata karena keyakinan. Itu adalah pilihan. Lagipula idealisme membawa manusia pada suatu bentuk kebersahajaan. Kesederhanaan, yang semakin mengukuhkan sosok intelektualitas yang sesungguhnya. Bukankah dalam ranah ilmiah anda tak dipandang karena keterwakilan materi dan penampilan, tapi lebih kepada kemampuan intelektualitas anda?

Kecerdasan, konon berlapis-lapis dan memiliki klarifikasi tersendiri, ada kecerdasan spacial yang memungkin sesorang memiliki kemampuan visualisasi yang mengagumkan, dapat menghubungkan sekian teori dan konsep dengan feomena disekitarnya, bahkan membongkar dan menelanjangi teori dan konsep lalu mengkonstruksinya kembali dengan pendekatan yang berbeda. Kemudian ada yang disebut dengan kecerdasan experienthial, yang artinya kecerdasan yang mampu membuat seseorang menghubungkan sebuah informasi dengan konteks yang lebih luas, menggunakan sebuah fenomena untuk menggali keterkaitan fenomena tersebut dengan fenomena lainnya dan merangkaitkannya menjadi sebuah causality mechanism system. Sedangkan berikutnya adalah kecerdasan linguistic, yaitu kecerdasan dalam memahami bahasa, memiliki nalar verbal, logika kualitatif dan pandai berkomunikasi dengan efektif. Lalu ada juga kecerdasan esthetic, kecerdasan yang menunjukkan kepekaan seseorang terhadap satu atau beberapa bidang seni.

Ada beberapa orang yang hampir memiliki semua karakteristik kecerdasan ini namun tentu saja lebih banyak yang hanya memiliki satu atau dua bentuk kecerdasan tersebut, misalnya saja, ada orang yang memiliki kecerdasan experiential tapi tak punya kecerdasan linguistic, sehingga meskipun ia punya konsep yang sangat bagus di kepalanya tapi tak dapat menyampaikan dengan baik, semakin ia berusaha untuk menjelaskan isi kepalanya maka makin tak jelas pula perkataannya.

Tapi dengan semua potensi kecerdasan yang ada, apapun itu, kalau mau jujur, tentu orang yang rendah hati dengan kapasitas ilmiah yang mengagumkan jauh lebih respectable dibandingkan dengan orang yang berlaku seperti intelektual sejati tapi ribut soal penampilan dan pengakuan.

Dalam seleksi panwaslu Propinsi Sulawesi Tenggara lalu, seorang kenalan dengan nada sengit mengatakan, “Apa itu Doktor X, Doktor bodoh”. Tentu saja dia merasa pintar karena sang doktor tak terpilih. Tapi, kemenangan dan kekalahan bukanlah ukuran kecerdasan seseorang. Kemenangan yang didapatkan dengan jalan yang tidak sehat mungkin terinspirasi oleh pepatah lawas yang mengatakan banyak jalan menuju Roma, banyak jalan menuju kemenangan. Sayangnya “jalan” yang dimaksudkan direduksi dengan pengertian “jalan apa saja bisa dihalalkan”. Padahal kekalahan dengan cara terhormat jauh lebih berharga daripada kemenangan yang didapatkan dengan cara culas.Yang terakhir itulah pecundang yang sesungguhnya. Tak salah bila Andrea Hirata dalam salah satu tetraloginya mendefinisikan individu seperti ini sebagai orang bodoh yang pura-pura cerdas. Celakanya, manusia macam ini banyak jumlahnya.

Yang pasti, tak perlu ngotot untuk menunjukkan anda mumpuni dan hebat untuk mendapat pengakuan. Karena kapasitas dan integritas seseorang tergantung dari penilaian orang banyak terhadap diri kita. Eksistensi kita ditentukan oleh orang lain, ini sejalan dengan Inti dari pemikiran eksistensialisme, anda ada karena orang lain. Tak usah bersusah-susah, mungkin yang perlu adalah jadilah diri sendiri dengan segala kapasitas yang anda miliki. And let the people judge !

13 Mei 2008

Tidak ada komentar: