Kamis, 27 November 2008

Konflik Pilkada di kabupaten Kolaka Utara Sulawesi Tenggara (Dinamika Politik Kabupaten Pemekaran dalam Penentuan Pemimpin)

Abstract Dalam setiap kegiatan politik selalu tidak lepas dari perjuangan kepentingan. Dalam ranah empiris, politik selalu diidentikkan dengan upaya memperjuangkan kepentingan. Sebagai salah satu bentuk kegiatan politik, pilkada di Kolaka Utara juga tidak lepas dari pertarungan kepentingan dari berbagai aktor. Dalam kasus pilkada di Kolut, pertarungan kepentingan antara berbagai aktor yang terkait dengan pilkada justru telah menjadi faktor penghambat pelaksanaan pilkada. Permasalahan pilkada di Kolut yang bermula dari adanya keputusan KPUD yang mengeliminir salah satu pasangan calon telah berkembang menjadi persoalan yang ”tumpang tindih”. Bahkan pilkada I yang telah dilaksanakan pada 29 September 2005 yang telah menghasilkan dua pasangan cabup/cawabup yang maju ke pilkada II belum juga terlaksana (deadlock) karena pemerintah Kabupaten Kolaka Utara menunda pencairan dana pilkada II dengan alasan menunggu penyelesaian proses hukum di Mahkamah Agung antara KPUD dengan salah satu pasangan calon yang tidak terakomodir dalam pelaksanaan pilkada I.

Keyword : Konflik, Pilkada, Kolaka Utara, Dinamika Politik

Pada tanggal 29 September 2005 KPUD Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Enam pasang Calon bupati (cabup) dan Calon wakil bupati (cawabup) bertarung mewakili beberapa partai, yaitu Sutan Harahap-Syamsul Rijal dari Golkar, Ansar Sangka[1]-Abbas dari PKS dan Partai Pelopor, Rusda Mahmud-Hj. Suhaeriah dari PNBK, Bustam AS-Syafruddin dari gabungan beberapa partai (PDK,PKPI,PKB,PNI Marhaenisme, PPDI, PBSD, PPD, dan Partai Patriot Pancasila), Hakku Wahab-Zakariah dari PAN, dan Syafruddin Rantegau-Ilham didukung oleh gabungan beberapa partai (PBR, PDI Perjuangan, PIB, Partai Merdeka, PSI dan PP NUI).

Dua hari sebelum Pilkada dilaksanakan, 27 September 2005 massa pendukung Calon Yunus - Mallippang Ali yang berasal dari Kec. Lapai, Pakue dan Kodeoha serta beberapa desa di Kolut melakukan long march dari kediaman Calon menuju kantor KPUD, namun tak seorang anggota KPUD pun yang mereka temui. Kedatangan mereka justru di hadang aparat keamanan sehingga terjadi bentrok dan pengrusakan kantor KPUD oleh massa. [2] Kejadian ini dipicu oleh perasaan tidak puas pendukung pasangan dinamis Yunus-Malippang Ali yang telah dieliminir dalam pencalon an Bupati dan Wakil Bupati Kolut dalam pilkada. Juga kekecewaan terhadap sikap KPUD yang tidak mau menunda Pilkada. Padahal sebelumnya dalam perseteruan pasangan Dinamis Yunus -Mallippang Ali dengan KPUD dan Syamsuddin Pasara (ketua DPK Partai PDK Kolut versi kongres) dan pasangan Cabup-Cawabup Bustam AS-Sapruddin dimenangkan oleh CalonYunus-Mallippang Ali di tingkat Pengadilan Negeri (PN) Kolaka. Sedangkan di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tenggara dalam putusan selanya meminta agar proses Pilkada di Kolaka Utara ditunda sampai perkara tersebut selesai.

Berdasarkan keputusan sela PT tersebut, Gubernur Sulawesi Tenggara (Ali Mazi) secara resmi meminta penangguhan pelaksanaan Pilkada di Kolaka Utara, dengan alasan belum adanya izin dari Mendagri karena masih bermasalahnya penetapan pasangan Calon yang dilakukan oleh KPUD. Demikian pula Pejabat Bupati Kolaka Utara ,Drs. H. Kamaruddin, MBA pernah mengusulkan agar Pilkada Kolaka Utara diundur hingga 11 November 2005 atas pertimbangan stabilitas politik dan keamanan. Namun permintaan tersebut tidak diindahkan oleh KPUD. [3]

Mengantisipasi hal itu, Bupati Kolut menggelar Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) di Rumah Jabatan Bupati selama dua hari pada tanggal 25-26 September 2005. Muspida ini dihadiri oleh Tasrim,S.Ag (Ketua KPUD Kolut), Alamsyah Akri (Ketua Panwas), AKBP Drs. Fajar Setiawan (Kapolres), Anton,SH (Wakil Ketua DPRD), Drs. Burhanuddin (Pj. Sekda Kolut), Lettu Joko Susilo (Danramil) dan Abu Har, SH dari Kejari Kolaka serta para cabup yang akan maju pada pilkada. Pertemuan ini membahas tentang surat Mendagri dan surat Gubernur yang meminta agar Pilkada Kolaka Utara ditangguhkan berdasarkan pertimbangan untuk memelihara stabilitas politik dan keamanan, namun KPUD menolaknya. Bahkan sebagai penyelenggara Pilkada KPUD menyatakan siap menanggung segala resiko yang akan terjadi. Pertemuan itu akhirnya menyepakati tentang tidak ada penundaaan pelaksanaan Pilkada. [4]

Pilkada akhirnya tetap dilaksanakan pada tanggal 29 September 2005. Setelah pelaksanaan diketahui jumlah keseluruhan pemilih terdaftar tetap 77.473 yang seharusnya menyalurkan suaranya di 190 TPS, namun sekitar 19.000 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dan sekitar 5000 suara tidak sah. Selain itu ratusan warga Kolut tidak mendapat kartu pemilih dan surat panggilan, padahal pada waktu pilpres dan pemilihan legislatif mereka ikut memilih, padahal sebelumnya KPUD telah menghimbau warga Kabupaten Kolaka Utara yang tidak memiliki kartu pemilih dan surat panggilan, namun sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), untuk tetap merealisasikan hak pilihnya.

Hasil perolehan suara yang dikeluarkan secara resmi oleh KPUD Kolaka Utara pada tanggal 10 oktober 2005, menunjukkan bahwa persebaran perolehan suara enam Calon itu relatif seimbang. Pasangan Rusda Mahmud-Hj.St. Suhariah menempati posisi pertama di atas pencapaian pasangan-pasangan lainnya, yaitu sebanyak 12.774 suara (23,98%) dari 53.273 suara pemilih yang menggunakan hak pilihnya, jadi kuota jumlah suara yang ditetapkan oleh KPUD Kabupaten Kolaka Utara sebanyak 25 % sebagai pemenang tidak tercapai. Berdasarkan pasal 95 PP No. 6 Tahun 2005, maka akan diadakan pilkada langsung tahap II.[5]

Hasil pilkada menunjukkan pasangan Rusda Mahmud-Hj. St. Suhariah mengungguli pasangan lainnya dalam perolehan suara yaitu 12.774 suara (23,98%), disusul kemudian pasangan Ansar Sangka-Abbas yang menempati urutan kedua dengan perolehan 11.070 suara (20,78%). Karena tidak ada satu pasangan Calon pun yang memenuhi kuota 25% perolehan suara dari total suara yang ada sebagaimana yang ditetapkan KPUD Kolut menurut ketentuan harus dilaksanakan pilkada tahap II.

Dalam perkembangannya, Pilkada putaran kedua tetap belum terlaksana hingga saat ini. Penyebab utamanya adalah Pemerintah Provinsi mengaku ”belum menerima” hasil Pilkada yang telah dilaksanakan karena pelaksanaan Pilkada yang dianggap melecehkan hukum dan surat Gubernur dan Menteri Dalam Negeri tentang penundaan Pilkada. Alasan lain yang dikemukakan oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten adalah gugatan yang kemudian dimenangkan pasangan Calon Yunus -Malippang Ali di Pengadilan Negeri dan banding KPUD di Pengadilan Tinggi juga dimenangkan oleh pasangan ini, masih menunggu putusan Mahkamah Agung atas kasasi yang diajukan KPUD. Hal-hal ini yang menyebabkan Pemerintah belum mengeluarkan rekomendasi untuk melanjutkan Pilkada dan karena alasan yang sama maka DPRD meminta Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara menahan dana Pilkada

Mengacu pada Perppu No.3/ 2005 tentang perubahan tentang Pemerintah Daerah atas UU No.32/ 2004 pasal 236 A[6], serta PP No. 17/ 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah[7], KPUD Kabupaten Kolaka Utara tetap melaksanakan Pilkada langsung. Menurut Ketua KPUD Sulawesi Tenggara, tidak terdapat satu aturan hukumpun yang menyatakan Pilkada Kolaka Utara itu illegal, meskipun ada pihak yang tidak puas karena KPUD sebagai penyelenggara telah menjalankan tahapan dan proses yang ditetapkan UU No. 32/ 2004 dan Perppu No.3/ 2005. Disamping itu berdasarkan PP No.17/2005 Gubernur tidak memiliki kewenangan untuk menunda Pilkada melainkan yang berwenang menunda Pilkada hanya Mendagri, itu pun atas usulan dari KPUD.

Seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian pihak, keengganan KPUD menunda pilkada justru membuat permasalahan pilkada semakin ’runyam’ dan melahirkan persoalan baru. DPRD merekomendasikan Pj Bupati Kolut agar menangguhkan pencairan dana pilkada tahap berikutnya. Dalam perkembangannnya konflik ini kemudian meluas dan melibatkan banyak pihak. Sejak itu konflik pilkada memasuki arena baru dimana kepentingan politik bermain dan memperparah konstelasi politik. Persoalan yang berlarut-larut ini membuat arena konflik semakin luas dan melibatkan aktor-aktor baru. Perang kepentingan yang semakin vulgar, adanya keinginan pilkada ulang pada sebagian kalangan, keinginan KPUD untuk tetap melanjutkan pilkada putaran II, kepentingan partai, campur tangan eksekutif dan lain-lain. Keluarnya fatwa MA[8] yang diharapkan dapat menyelesaikan konflik justru membuat situasi di Kolut semakin tidak menentu karena DPRD tetap tidak memberikan sinyal pencairan dana pilkada.

Peta Politik Kabupaten Kolaka Utara

Kabupaten Kolaka Utara melaksanakan Pemilihan Umum Legislatif pertamanya pada tahun 2004. Terdapat 23 partai yang ikut dalam pemilihan tersebut memperebutkan 72.764 suara pemilih, dan hanya 47.202[9] pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Dari pemilihan tersebut, Partai GOLKAR memperoleh suara terbanyak, yaitu 7.862 suara disusul Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) 7.194 suara, Partai Amanat Nasional (PAN) 6.349 suara, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) 3.606 suara, Partai Bulan Bintang (PBB) 3.592 suara, kemudian berturut-turut partai-partai; Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bintang Reformasi (PBR) dan lain-lain.

Perolehan Suara Masing-Masing Partai Pada Pemilihan Legislatif 2004

No.

Partai Politik

Perolehan Suara

(%)

1

Partai GOLKAR

7.862

16.66

2

Partai Nasional Banteng Kemerdekaan

7.194

15,24

3

Partai Amanat Nasional

6.349

14,87

4

Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan

3.606

7,64

5

Partai Bulan Bintang

3.592

7,61

6

Partai Persatuan Pembangunan

2.847

6,03

7

Partai Keadilan Sejahtera

2.672

5,66

8

Partai Bintang Reformasi

2.457

5,2

9

Partai KPI

1.742

3,69

10

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

1.561

3,31

11

Partai Kebangkitan Bangsa

1.241

2,63

12

Partai Persatuan

1.181

2,5

13

Partai Perhimpunan Indonesia Baru

982

2,08

14

Partai Merdeka

858

1,82

15

Partai KPB

806

1,71

16

Partai Sarikat Islam

684

1,45

17

Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia

350

0,74

18

Partai Nasional Indonesia Marhaenisme

333

0,7

19

Partai PDI

333

0,7

20

Partai BSD

226

0,48

21

Partai Patriot Pancasila

172

0,36

22

Partai Demokrat

116

0,24

23

Partai PD

38

0,08

47.202

100

Sumber : Kolaka Utara dalam angka

Berdasarkan perolehan suara tersebut, maka Partai GOLKAR, PNBK dan PAN mendapatkan kursi terbanyak di DPRD Kabupaten Kolaka Utara disusul PKS, PBB, PPP, PBR, kemudian Partai PDK dan Partai Pelopor. Dengan jumlah perolehan suara yang signifikan dengan sendirinya ketiga partai tyang memperoleh kursi terbanyak di DPRD dapat mengusung seorang Calon Bupati tanpa berkoalisi dengan partai lainnya. Komposisi Kekuatan Partai Di DPRD Kolut

No

Partai Politik

Jml. Kursi

1

Partai GOLKAR

4

2

Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK)

3

3

Partai Amanat Nasional (PAN)

3

4

Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

2

5

Partai Bulan Bintang (PBB)

2

6

Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

2

7

Partai Banteng Reformasi (PBR)

2

8

Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK)

1

9

Partai Pelopor (PP)

1

J u m l a h

17

Sumber: DPRD Kolut 2006

Jumlah anggota DPRD Kolut 17 orang, Ketua dan Wakil Ketua I DPRD yang berasal dari Partai GOLKAR, Wakil Ketua II dari PAN. Terdapat dua fraksi di DPRD Kolut, yaitu Fraksi GOLKAR dan Fraksi Gabungan. Ketua Fraksi GOLKAR dari Partai GOLKAR, sedangkan ketua Fraksi Gabungan dari PAN.

Menelusuri Konflik

Banyak spekulasi yang berkembang tentang apa penyebab Konflik Pilkada Kolaka Utara. Ada yang mengatakan ini disebabkan oleh permasalahan kepentingan yang terjadi di tubuh partai yang mengusung pasangan Calon, ada juga yang berasumsi bahwa cikal bakal konflik berawal dari penetapan Calon oleh KPUD tapi isu yang mengemuka di surat kabar lebih banyak menyoroti sikap KPUD yang ngotot tidak mau[10] menunda pilkada.

Beberapa pandangan tentang penyebab konflik sebagai berikut: (1) Masalah internal partai[11] (2) Gugatan antara salah satu pasangan bakal Calon kepada KPUD mengenai penetapan pasangan Calon yang dilakukan dengan voting.[12] (3) Akumulasi dari berbagai persoalan sebelum dan sesudah pilkada sehingga persoalannya menjadi kompleks[13]. Akumulasi persoalan yang dimaksud, mulai dari persoalan internal Partai PDK, masalah penetapan pasangan Calon oleh KPUD hingga keengganan KPUD untuk menunda pilkada.

Menurut anggota KPUD Kolut, konflik pilkada disebabkan masalah antara institusi mereka dengan pasangan Dinamis Yunus -Malippang Ali. Dua orang dari unsur pemerintah dan seorang pasangan calon yang menang pada pilkada I juga mengatakan hal yang sama. Sedangkan dua orang calon yang kalah dalam pilkada I yang mengatakan konflik pilkada disebabkan akumulasi dari permasalahan-permasalahan sebelum dan sesudah pilkada. Seorang calon lain yang menang dalam pilkada I mengatakan konflik pilkada dikarenakan masalah internal Partai PDK adalah

1. Benang Kusut Pencalon an di Partai PDK

Pasca pemekaran kabupaten Kolaka Utara, partai-partai di pusat membentuk kepengurusan partainya di Kabupaten tersebut. Salah satu partai yang membentuk Dewan Pimpinan Kabupatennya adalah Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PARTAI PDK). Pada tanggal 2 November 2004 Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai PDK Prof. DR. Ryaas Rasyid memberi mandat kepada Drs. Syamsuddin Pasara untuk membentuk kepengurusan Partai PDK Kab. Kolaka Utara dengan Surat No. PDK/ A/ PP-SJ/176/XI/2004. Ryaas memerintahkan kepengurusan sudah harus selesai dalam jangka waktu 60 hari.

Berdasarkan mandat tersebut maka dibentuklah kepengurusan DPK Partai PDK Kolaka Utara masa bakti 2004 – 2009 dengan ketua Drs. Syamsuddin Pasara, sekretaris Agus HBM, dan bendahara Suaib, S.Ag. Susunan kepengurusan baru ditetapkan oleh DPN PDK dengan Surat Keputusan bernomor PDK/Kpts/PP-SJ/032/I/2005 pada tanggal 31 Januari 2005.

Hasil Rapat Pimpinan Nasional Partai PDK di Jakarta bulan Maret 2005 lalu memutuskan bahwa sebelum pelaksanaan Kongres Nasional pada awal bulan Juni 2005 di Makassar Sulawesi Selatan, Kongres DPK/ DPKo Partai PDK harus sudah dilaksanakan paling lambat pada akhir April 2005

Menindaklanjuti hasil Rapat Pimpinan Nasional Partai PDK tersebut, DPK Kolaka Utara melaksanakan Kongres I pada tanggal 8 April 2005 di Lasusua. Dengan demikian kepengurusan Syamsuddin Pasara yang dibentuknya pada bulan Januari 2005 telah demisioner setelah dilaksanakannya kongres I Partai PDK Kolut. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Partai PDK pasal 238 menyatakan bahwa pada saat sidang kongres Kabupaten/ Kota dimulai, Anggota Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota menjadi demisioner.

Hasil kongres I DPK PDK Kolaka Utara memilih kembali Drs. Syamsuddin Pasara sebagai ketua untuk periode 2005-2010 dan Agus HBM sebagai sekretarisnya. Dewan Pengurus Kabupaten Partai PDK Kolaka Utara yang baru lalu bersurat kepada Pimpinan nasional agar segera mengeluarkan Surat Keputusan yang berkaitan dengan hasil kongres. Namun sampai dengan pelaksanaan pilkada DPN PDK belum juga mengeluarkan surat keputusan mengenai penetapan DPK PDK Kolaka Utara. Padahal pasal 66 Peraturan Partai PDK berbunyi bahwa kepengurusan partai di tingkat Dewan Pimpinan Propinsi dan Dewan Pimpinan Kabupaten dinyatakan sah apabila dikuatkan dengan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Presiden Partai PDK..

Dengan demikian maka DPK PDK Kolut versi kongres belum sah dan tidak berhak menjalankan tugas kepartaian secara resmi kecuali mendapatkan petunjuk dari DPN PDK. Dalam pasal 65 peraturan partai mengenai tugas dan wewenang Presiden, dinyatakan antara lain bahwa presiden partai berwenang untuk menetapkan kebijakan Partai PDK sebagai tindak lanjut dari keputusan Kongres Nasional dan Musyawarah Nasional Partai PDK dan menetapkan peraturan-peraturan Partai PDK untuk pedoman organisasi kegiatan PDK, dengan demikian kewenangan untuk menjalankan organisasi di Tingkat Dewan Pengurus Kabupaten Partai PDK Kolut yang dalam keadaan demisioner berada di tangan presiden.

Karena Surat Keputusan DPN tidak juga turun, sementara desakan untuk melegalkan kepengurusan terus disuarakan oleh anggotanya, Syamsuddin Pasara kemudian mendaftarkan partainya ke Kantor Kesbang dan Linmas Kab. Kolaka Utara. Kantor Kesbang dan Linmas lalu mengeluarkan surat keterangan keberadaan Parpol PDK Kab. Kolaka Utara yang diketuai Syamsuddin Pasara. Hal ini juga merupakan antisipasi yang dilakukan kepengurusan versi kongres dalam rangka melakukan koalisi dan penjaringan Calon di tingkat partai. Pendaftaran Nama partai dilakukan dengan melampirkan susunan kepengurusan yang telah demisioner, yaitu Surat Keputusan DPN PDK bernomor PDK/Kpts/PP-SJ/032/I/2005 yang ditandatangani oleh Direktur Eksekutif Seknas PDK tertanggal 31 Januari 2005. Berdasarkan hal itulah maka pihak Kesbang dan Linmas Kolut menganggap sah kepengurusan Syamsuddin Pasara yang ditandai dengan dikeluarkannya surat keterangan No. 210/035/tgl. 13 April 2005 yang ditandatangani oleh Drs. Ashar selaku Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kolaka utara.

Menjelang pemilihan kepala daerah langsung di Kolaka Utara, DPK Partai PDK Kolut membuka kesempatan kepada partai lainnya untuk berkoalisi mengusung Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Utara. Partai PDK Kolut tidak dapat melakukan pencalonan secara mandiri karena pada pemilihan legislatif hanya memperoleh 7,64% suara dari total 47.202 pemilih karenanya membutuhkan koalisi dengan partai lain. Di lain pihak Partai Bulan Bintang (PBB) mempunyai seorang Calon, Dinamis Yunus. Namun pada pemilihan legislatif partai ini juga hanya memperoleh 7,61% suara. Padahal dalam UU RI No. 32/ 2004 Pasal 59 Ayat (1) menyatakan peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan Calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pada pasal yang sama Ayat (2) menyatakan Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dapat mendaftarkan pasangan Calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Dengan bergabungnya kedua partai tersebut maka secara akumulatif dari perolehan suara legislatif, keduanya dapat mengusung satu pasangan Calon bupati dan wakil bupati.

Pada tanggal 10 Mei 2006, Partai PDK dan Partai Bulan Bintang (PBB) sepakat mengadakan koalisi dan mengusung pasangan Dinamis Yunus - Mallippang Ali[14]. Dinaikkannya pasangan ini setelah melalui proses penjaringan koalisi Partai. Namun kesepakatan ini kemudian batal setelah Syamsuddin Pasara menarik dukungannya terhadap Dinamis Yunus . Menurut Dinamis Yunus ditariknya dukungan terhadap dirinya berawal dari ketidaksepakatan mengenai uang kompensasi terhadap partai.

Setelah menganulir kesepakatannya dengan PBB, Partai PDK kemudian mengajak enam partai kecil untuk bergabung membentuk koalisi partai. Keenam partai tersebut beserta perolehan suaranya pada pemilihan legislatif adalah; Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 3,31% Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), sebanyak 2,08%, Partai Merdeka 1,82%, Partai Sarikat Indonesia (PSI) 1,45%, dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah (PP-NUI) 0,74%. Dengan demikian secara kumulatif gabungan partai tersebut berhak mengusulkan satu pasangan calon .

Pada tanggal 16 Mei 2005, gabungan partai politik tersebut membentuk koalisi dan menandatangani surat pernyataan gabungan partai politik tidak akan menarik pencalonan atas pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Partai PDK diwakili oleh Syamsuddin Pasara selaku Ketua DPK Partai PDK Kab. Kolaka Utara dan ketua-ketua serta sekretaris partai-partai yang berkoalisi. Namun sekretaris Partai PDK sendiri, Agus HBM dan sekretaris PDI-P, Paranis tidak membubuhkan tanda tangan. Hal ini bertentangan dengan penjelasan pasal 59 UU No. 32/2004 ayat 5 huruf a jo. PP No.6/2005 pasal 42 ayat 1 yang menyatakan pimpinan partai adalah ketua dan Sekretaris partai politik atau sebutan pimpinan lainnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan AD/ART.

Sementara itu, tidak terima dengan pembatalan dukungan yang dilakukan secara sepihak oleh Syamsuddin Pasara, Dinamis Yunus beserta Mallippang Ali mengajak Agus HBM (Sekretaris Syamsuddin Pasara di Partai PDK versi kongres), dan M. Ukub Wahab, seorang kader Partai PDK Kolut berangkat ke Jakarta untuk bertemu Ketua DPN PDK Ryaas Rasyid dan mengadukan permasalahan yang dihadapi. Pada tanggal 10 Juni 2005 DPN Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK) memberi mandat kepada Muh. Ukub Wahab dan Agus HBM. Isi mandat tersebut sebagai berikut: M.Ukub Wahab dan Agus HBM berwenang untuk : (1) Menandatangi surat menyurat, termasuk surat dukungan yang berhubungan dengan penCalon an Bupati dan Wakil bupati Kolaka Utara (2) Menandatangani, mengusulkan dan melakukan segala aktifitas yang berhubungan dengan tanggung jawab penCalon an dimaksud atas nama Dewan Pengurus Kab. Kolaka Utara (3) MenCalon kan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Utara.

Berdasarkan peraturan Partai PDK pasal 65, mandat yang diberikan oleh DPN PDK yang ditandatangani Prof. DR. Ryaas Rasyid kepada M.Ukub Wahab dan Agus HBM adalah sah. Mengingat saat itu kepengurusan Syamsuddin Pasara belum di sahkan dengan surat keputusan sehingga tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penjaringan di Partai, yang mempunyai wewenang adalah Dewan Pengurus Nasional yang dikuasakan kepada mandatir. DPN Partai PDK kemudian menerbitkan Surat Keputusan pada tanggal 14 Juni 2005, tentang penetapan pasangan Dinamis Yunus -Malippang Ali sebagai Calon KDH-WKL KDH Kolut yang ditandatangani oleh Ryaas Rasyid.

DPP Partai PDK Sultra memberikan rekomendasi kepada DPK Partai PDK Kolut mengenai dukungan kepada pasangan Bustam AS-Sapruddin pada awal bulan Juli 2005. Sehingga pada tanggal 4 Juli 2005, pasangan Bustam AS-Saprudin, didaftar oleh Partai PDK pimpinan Syamsuddin Pasara ke KPUD Kolaka Utara. pasangan ini didukung oleh koalisi partai PDK dengan partai-partai gurem lainnya; PDI-P, PIB, PP-NUI, PSI dan Partai Merdeka. Tiga hari kemudian, pada tanggal 7 Juli 2005 Ir. Dinamis Yunus – Malippang Ali didaftar oleh Muh. Ukub Wahab dan Agus HBM ke KPUD Kolaka Utara. Sebagai Calon dari partai PDK yang berkoalisi dengan Partai Bulan Bintang. Dengan demikian maka terdapat dua pasangan Calon yang diusung oleh partai PDK dari kepengurusan yang berbeda di tingkat kabupaten yang sama. Padahal menurut pasal 59 UU RI No. 32/2004 Ayat 6 menyatakan

”Partai politik atau gabungan partai politik hanya dapat mengusulkan satu pasangan Calon dan pasangan Calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya”.

Disamping itu pasal 138 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 6/2005 menyatakan:

”Dalam hal suatu daerah terdapat kepengurusan partai politik ganda, pengajuan pasangan Calon dilaksanakan oleh pengurus partai politik yang dinyatakan sah oleh pengurus partai politik tingkat pusat sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga Partai Politik yang bersangkutan”.

Dengan demikian berdasarkan PP tersebut, pencalonan Dinamis Yunus dan Mallippang Ali sah menurut hukum.

Tanggal 7 Juli 2005 DPP Partai PDK meminta kepada DPN Partai PDK agar memberikan rekomendasi kepada pasangan Bustam AS-Sapruddin sebagai Cabup/Cawabup Kolut. Menindaklanjuti hal tersebut, DPK Partai PDK juga bersurat kepada DPN Partai PDK dua hari kemudian. Surat itu berisi pemberitahuan pembatalan koalisi dengan PBB dan Mempertanyakan surat mandat yang diberikan kepada M. Ukub Wahab dan Agus HBM, serta mempertanyakan rekomendasi Calon Bupati/wakil Bupati Kolaka Utara.

Menghadapi masalah seperti ini DPN PDK dapat bersikap tegas dan tidak ambigu dalam menetapkan kepengurusan yang sah serta memutuskan pasangan Calon yang mana yang akan didukung. Ketidakkonsistenan DPN PDK dapat di lihat dengan terbitnya tiga buah surat yang menyatakan dukungan kepada dua pasangan Calon yang berbeda. Surat pertama bertanggal 16 Juli 2005. Surat dengan nomor : PDK/B/PP-SJ/264/VII/2005 yang ditujukan kepada pengurus DPK Kolaka Utara versi mandat itu menyatakan DPN PDK menyetujui pencalon an Ir Dinamis Yunus dan Drs. Malippang Ali sebagai Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kolaka Utara dari Partai PDK. Sedangkan surat kedua dikeluarkan oleh DPN PDK dan ditujukan kepada KPUD Kolut, tentang penguatan penetapan KPUD Kolut mengenai pencalonan pasangan Bustam AS – Safruddin, SE. Surat itu ditandatangani oleh Rafiuddin Hamarung Ketua Partai Partai PDK[15], tertanggal 11 Agustus 2005. Surat ketiga, yang isinya sama dengan surat kedua, ditandatangani oleh Presiden Partai Partai PDK, Prof. Ryaas Rasyid, M, tertanggal 25 September 2005, yang ditujukan kepada Ketua KPUD Kolaka Utara. Banyaknya surat-surat dari DPN Partai PDK yang kontradiksi tersebut cukup menimbulkan kontroversi. Surat kedua dan ketiga tersebut bukan sebuah kelaziman dan tidak prosedural, seolah-olah partai melakukan intervensi terhadap KPUD.

Jika DPN Partai PDK mendukung pasangan yang diajukan oleh DPK Partai PDK Kolut versi kongres seharusnya segera keluarkan surat keputusan mengenai kepengurusan tersebut sehingga kepengurusan Syamsuddin Pasara menjadi sah. Lalu sampaikan dukungan terhadap keputusan partai perihal pasangan calon yang diusung, bukannya bersurat ke KPUD untuk menyatakan penguatan terhadap penetapan KPUD. Tapi hal ini tidak dilakukan DPN Partai PDK. Sementara itu DPK Partai PDK Kolut versi mandat juga belum dinyatakan berhenti sebagai mandataris. Sehingga semua keputusannya masih dapat dipertanggungjawabkan sebagai keputusan partai. DPK Partai PDK Kolut versi mandat akan berakhir masa jabatannya bila DPK Partai PDK telah mendapatkan pengesahan dari DPN.[16]

Tanggal 11 – 17 Juli dilaksanakan penelitian syarat administratif pencalonan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Kolaka Utara oleh KPUD Kolaka Utara, hasilnya ditemukan pencalonan ganda oleh DPK Partai PDK Kolaka Utara, DPC PBR Kolaka Utara, Partai Pelopor (DPW dan DPC). Agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan dan penetapan pasangan calon yang diusung oleh partai-partai maka sesuai dengan Pasal 60 UU RI No. 32/2004 ayat 1 yang menyatakan Pasangan calon diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon .

KPUD Kolut melakukan klarifikasi kepada DPN Partai PDK dan verifikasi faktual kepada instansi terkait (Kantor Kesbang Linmas Kolaka Utara) pada tanggal 15 Juli 2005. Salah satu temuan KPUD Kolut adalah terdapat salinan surat keputusan kepengurusan Syamsuddin Pasara sebagai ketua DPK Partai PDK Kolaka Utara dengan SK DPN-PDK Nomor PDK/KPTS/PP-SJ/032/1/2005 yang telah terdaftar dengan dibuktikan Surat Keterangan Nomor 210/035. Sehingga pada saat itu KPUD Kolut berkesimpulan bahwa kepengurusan Syamsuddin Pasara-lah yang sah.

Menariknya, pada hari yang sama Muh. Ukub Wahab dan Agus HBM (Dewan Pengurus PDK Partai DPK Kolut versi Mandat) mencabut/membatalkan pencalonannya terhadap pasangan calon. Dinamis Yunus -Malippang Ali sekaligus membatalkan koalisinya dengan PBB, mengakui kepengurusan Syamsuddin Pasara sebagai satu-satunya kepengurusan yang berhak mengajukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kolut, serta mengakui pasangan Bustam AS dan Safruddin sebagai pasangan calon yang diusung oleh DPK PDK Kolut. Hal ini dibuktikan dengan Surat tertanggal 15 Juli 2005 yang di tujukan kepada DPN Partai PDK.

Alasan pembatalan dukungan yang dikemukakan oleh DPK Partai PDK versi mandat tersebut karena telah terjadi pencalonan ganda oleh partai PDK Kolut dan telah ada kepengurusan yang sah. Alasan ini cukup kontroversial mengingat adanya kepengurusan dan pencalonan ganda ini berawal dari ’sepak terjang’ mereka. Ada indikasi bahwa Agus HBM banyak terlibat secara langsung dalam `benang kusut` persoalan penetapan calon di partai PDK. Pada susunan kepengurusan DPK partai PDK Kolut versi kongres, Agus HBM menduduki jabatan sebagai sekretaris. Sementara itu ia juga salah seorang yang diberi mandat oleh Presiden Partai PDK. Agus juga tidak bertanda tangan pada surat pernyataan gabungan partai yang kemudian mendukung pasangan Bustam AS-Safruddin. Pembatalan dukungan itu sendiri tidak bertentangan dengan UU RI No. 32/2004 pasal 62 ayat 1 karena pembatalan dukungan dilakukan sebelum adanya penetapan pasangan calon oleh KPUD.

Sementara itu, sehari setelahnya, pada tanggal 16 Juli 2005 Dewan Pengurus Nasional PDK bersurat ke DPK Partai PDK versi kongres sebagai jawaban atas surat yang dikirim pada tanggal 9 Juli 2005 dan menyatakan yang berhak mengajukan pasangan calon adalah DPK Partai PDK versi mandat serta menyetujui pencalonan Dinamis Yunus dan Drs. Malippang Ali sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kolaka Utara.

Namun dua hari kemudian KPUD menyampaikan hasil penelitian berkas kepada Partai PDK versi mandat yang mencalonkan Dinamis Yunus -Malippang Ali dengan surat KPUD Nomor 335/ KPU-KU/VII/2005 yang dalam isinya mengingatkan masih terdapat kekurangan pada persyaratan administrasi pasangan tersebut dan juga telah terjadi pencalonan ganda oleh partai PDK serta diharapkan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan sampai batas waktu pengembalian hasil perbaikan berkas calon yaitu tanggal 20 s.d. 26 Juli 2005 . Langkah KPUD ini dilakukan berdasarkan pada UU RI No. 32/2004 pasal 60 Ayat 2 yang menyatakan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran”. Dan ayat 3 yang berbunyi apabila pasangan Calon belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaiman dimaksud dalam pasal 58 dan/atau pasal 59 partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan Calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat penCalon an beserta persyaratan pasangan Calon atau mengajukan Calon baru paling lambat tujuh hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD

Surat balasan DPN partai PDK kepada KPUD Kolut tertanggal 23 Juli 2005 mengenai klarifikasi kepengurusan partai yang sah dinyatakan

(1) Direktur Eksekutif Seknas tidak memiliki wewenang dan tidak pernah mengeluarkan surat pengesahan SK No. PDK/ Kpts/PP-SJ/0321/I/2005. Pengesahan seperti dimaksudkan tidak lasim di Partai PDK. (2) DPK Partai PDK Kolaka Utara telah melaksanakan kongres Kabupaten sehingga kepengurusan Syamsuddin Pasara dan Agus HBM dinyatakan demisioner dan tidak memiliki wewenang untuk mengajukan Calon pada pilkada di kabupaten Kolaka Utara. (3) DPN Partai PDK telah memberi mandat kepada Sdr Muhammad Ukub Wahab dan Agus HBM untuk pengajuan Calon pada pilkada di Kolaka Utara sesuai dengan surat DPN No. PDK/ A/PP/251/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 perihal surat mandat. (4) Dukungan yang sah dari Partai PDK pada pencalonan Kepala Daerah dikeluarkan oleh DPN Partai PDK dan bukan dari jajaran partai PDK dari tingkat DPP dan DPK[17].

Secara eksplisit surat ini menyatakan bahwa calon yang diusung oleh DPK PDK versi mandat direstui oleh DPN. Bahwa kepengurusan Syamsuddin Pasara (DPK PDK versi kongres) tidak sah sebagai akibatnya pasangan calon yang diusulkan olehnya juga batal dan tidak diakui. Namun ada kejanggalan dalam hal ini, sebab SK kepengurusan Syamsuddin Pasara sebelumya (SK pengurus sebelum kongres) ditandatangani oleh DPN Partai PDK yaitu Presiden Partai dan Sekretaris Jenderal bukan Direktur Seknas sebagaimana yang tertulis dalam surat klarifikasi DPN Partai PDK. Lagipula dalam struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Nasional tidak ada jabatan Direktur Eksekutif Sekretaris Nasional yang ada Sekretaris Jenderal yang dijabat oleh Rivai Pulungan. Hal ini diatur dalam pasal 21 Konstitusi Partai PDK tentang Dewan Pengurus Nasional, Anggota Dewan Pengurus nasional terdiri dari presiden partai, ketua partai, sekretaris jenderal, wakil sekretaris jenderal, bendahara, wakil bendahara, ketua ombudsman nasional.............. ”

Surat klarifikasi DPN Partai PDK tersebut tidak mendapat tanggapan dari KPUD karena pada saat itu M. Ukub Wahab-Agus HBM telah menarik dukungannya atas pasangan Dinamis Yunus - Malippang Ali, sehingga di tingkat DPK Kolut pasangan ini tidak mendapatkan dukungan sehingga pencalonannya batal. Lebih lanjut dalam suratnya kepada KPUD pada tanggal 25 Juli 2005, DPP Partai PDK Sultra menegaskan kembali tentang keabsahan kepengurusan Syamsuddin Pasara.

Dalam perkembangannya KPUD kemudian mengeliminir pasangan Dinamis Yunus -Malippang Ali dari pencalonan dan menetapkan pasangan Bustam AS-Safruddin sebagai pasangan yang diusung oleh DPK Partai PDK. Pada saat kasus ini diperkarakan oleh pasangan Dinamis Yunus -Malippang Ali di Pengadilan Negeri Kolaka. Sepucuk surat DPN Partai PDK mengenai penguatan penetapan KPUD Kolut tentang pencalonan pasangan Bustam AS – Safruddin yang ditandatangani oleh Rafiuddin Hamarung Ketua Partai PDK tertanggal 11 Agustus 2005.[18] Karena surat itu tidak cukup kuat untuk dijadikan bukti di pengadilan karena menurut peraturan partai PDK pasal 58 bahwa pimpinan tertinggi Dewan Pengurus Nasional Partai PDK adalah Presiden partai sehingga keputusan yang telah diambil presiden partai tidak dapat dibatalkan atau dicabut oleh pimpinan yang lebih rendah, hal tersebut sesuai dengan asas perundang-undangan yaitu suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Namun pada tanggal 25 September 2005 sebuah surat lagi dikirim oleh DPN Partai PDK yang ditandatangani oleh Presiden Partai PDK, Prof. Ryaas Rasyid, M, merupakan penyampaian kepada KPUD yang isinya sama dengan surat yang ditandatangani oleh Raifuddin Hamarung. Surat tersebut dikirim pada saat kasus ini diproses di Pengadilan Tinggi Sultra.

Tidak konsistennya pengurus partai dalam mengeluarkan kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah dan adanya ketidaksepakatan mengenai kepengurusan partai yang sah di tingkat DPK menjadi akar permasalahan dalam tubuh partai PDK khususnya di Kolut. Dari kronologis peristiwa di atas terlihat bahwa dalam hal ini DPK Partai PDK Kolut versi kongres di dukung oleh DPP Partai PDK Sultra, sedangkan DPK Partai PDK Kolut versi mandat didukung oleh DPN Partai PDK. Ini dapat dilihat dari surat rekomendasi DPP Partai PDK Sultra kepada DPK Partai PDK Kolut versi kongres tentang dukungan terhadap pasangan Bustam AS-Safruddin serta surat kepada KPUD Kolut mengenai keabsahan DPK Partai PDK versi kongres. Sedangkan keberpihakan DPN Partai PDK terhadap DPK Partai PDK versi mandat dapat dilihat dari surat mandat yang diberikan, serta menyetujui pencalonan pasangan Dinamis Yunus dan Malippang Ali sebagai Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kolaka Utara. Tetapi DPN Partai PDK kemudian berbalik mendukung kepengurusan DPK Partai PDK versi kongres terbukti dengan surat tertanggal 11 Agustus 2005 dan 25 September 2005. Tetapi sampai saat ini Surat kepengurusan Partai versi kongres belum juga diterbitkan.

Banyaknya hal yang kontradiksi dalam tubuh partai PDK menjadi preseden buruk betapa semrawutnya mekanisme pengambilan keputusan di tubuh partai tersebut dan rendahnya respektasi elit partai baik di tingkat pusat maupun lokal terhadap aturan dan peraturan partainya sehingga menyebabkan tidak ’mulusnya’ proses pencalonan pasangan Cabup/Cawabup Partai PDK di Kolut.

2. Penetapan Pasangan Calon Yang Bermasalah

Tanggal 27-28 Juli 2005 KPUD Kolut melakukan penelitian ulang syarat pencalonan kepala daerah/ wakil kepala daerah Kolaka Utara sebagaimana yang tercantum dalam UU RI No. 30/2004 pasal 60 ayat 4 :

KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan atau perbaikan persyaratan pasangan Calon sebagaimana dimaksudkan pada ayat 3 dan sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lambat tujuh hari kepada pimpinan partai politik dan atau gabungan partai politik yang mengusulkan”.

Dalam penelitian ulang KPUD menemukan hal sebagai berikut : (1) Masih terdapat pencalonan ganda oleh DPK Partai PDK Kolaka Utara, (2) Adanya kekurangan pada syarat administrasi pasangan Dinamis Yunus - Malippang Ali dimana tidak terdapat keputusan gabungan partai politik yang mengatur mekanisme penjaringan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah yang harus dilengkapi pula dengan berita acara proses penjaringan sesuai dengan ketentuan pasal 42 huruf k Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 bahwa “Keputusan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengatuir mekanisme penjaringan pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dilengkapi berita acara proses penjaringan”. Surat keputusan gabungan partai politik tersebut telah dimintakan kepada pengusul pasangan tersebut oleh KPUD Kolaka Utara pada tanggal 18 Juli 2005.

Ada kontroversi mengenai surat keputusan gabungan partai ini. Menurut calon, pihaknya telah memberikan surat keputusan gabungan partai yang dilengkapi dengan berita acara proses penjaringan/ penetapan gabungan partai PDK dengan PBB Kolut.[19] Surat tersebut dilampirkan bersamaan dengan berkas lainnya saat pendaftaran. Dinamis Yunus mengatakan, semua berkas yang disetorkan pasangan Calon pada KPUD ada daftarnya dan ada surat tanda terimanya., tetapi KPUD menyanggah, surat tersebut tidak terdapat dalam berkas pendaftaran yang diajukan oleh pasangan tersebut. Dengan tidak adanya surat pernyataan gabungan partai tersebut maka Pasangan Dinamis Yunus -Mallippang Ali hanya di usung oleh PBB. Padahal dalam pembuktian di pengadilan, surat tersebut terlampir. Dinamis Yunus mengindikasikan adanya sabotase yang dilakukan oleh KPUD agar dirinya tidak lolos dalam pencalonan dengan cara menghilangkan salah satu berkas persyaratan pencalonan. Tapi KPUD Kolut menyanggah bahwa surat itu tidak pernah ada. Lagi pula meskipun ada, surat tersebut tidak lagi dianggap sah karena partai PDK versi mandat telah membatalkan koalisi sebelum pelaksanaan penetapan pasangan calon oleh KPUD.

Tanggal 29 Juli 2005 KPUD melaksanakan rapat pleno yang telah disampaikan kepada masing-masing partai politik pengusul Calon kepala daerah/wakil kepala daerah Kolaka Utara, mengenai penetapan Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menjadi peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Kolaka Utara tahun 2005. Hasil rapat pleno itu sendiri menetapkan 6 (enam) pasangan Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu : Pasangan Rusda Mahmud – Hj. St. Suhariah Muin, S. Ag, Pasangan drg. Sutan Harahap, MM. – Drs. Syamsu Ridjal, Pasangan dr. H. Ansar Sangka, MM. – H. Abbas, SE., Pasangan Ir. M. Hakku Wahab – Ir. Zakariah, Msi., Pasangan Drs. Syarifuddin Rantegau, M. Si. – Dr. Ilham, SE, Msi., dan Pasangan Drs. Bustam AS. – Sapruddin, SE.

Selain itu, KPUD dalam suratnya perihal penyampaian hasil penelitian ulang tertanggal 29 Juli 2005 dengan Surat Nomor : 388/KPU-KU/VII/2005 menyatakan bahwa pasangan bakal Calon Ir. calon Yunus M. – Drs. Malippang Ali dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pasangan Calon kepala daerah/wakil kepala daerah Kolaka Utara yang sebelumnya dituangkan dalam berita acara Nomor : 372/KPU-KU/VII/2005 tentang hasil penelitian ulang kelengkapan dan perbaikan persyaratan partai politik/gabungan partai politik dan pasangan Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Kolaka Utara sesuai dengan

Tanggal 1 Agustus 2005 ditetapkan nomor urut pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah Kolaka Utara pada pilkada yang tertuang dalam berita acara Nomor : 404/KPU-KU/VII/2005 tentang penetapan nomor urut dan nama pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Kolaka Utara tahun 2005 sesuai dengan pasal 61 ayat 1 UU No. 32/ 2004 bahwa ”Berdasarkan hasil penelitian, KPUD menetapkan pasangan calon paling kurang dua pasangan calon yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon ”. Nomor urut pasangan calon tersebut adalah :

  • Nomor urut 1 adalah pasangan Drs. Syarifuddin Rantegau, M. Si. – Dr. Ilham, SE, Msi.
  • Nomor urut 2 adalah pasangan Drs. Bustam AS. – Sapruddin, SE.
  • Nomor urut 3 adalah pasangan drg. Sutan Harahap, MM. – Drs. Syamsu Ridjal.
  • Nomor urut 4 adalah pasangan dr. H. Ansar Sangka, MM. – H. Abbas, SE.
  • Nomor urut 5 adalah pasangan Ir. M. Hakku Wahab – Ir. Zakariah, Msi.
  • Nomor urut 6 adalah pasangan Rusda Mahmud – Hj. St. Suhariah Muin, S. Ag.

Sesuai ayat 4 pada pasal yang sama, keputusan ini final dan mengikat.

Mengenai adanya isu voting dalam pengambilan keputusan penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh KPUD, ada beberapa tanggapan berbeda dari responden, separuh (50%) dari informan mengatakan penetapan pasangan Calon oleh KPUD dilakukan melalui voting, 3 orang (30%) informan mengatakan tidak melalui voting, dan 2 orang (20%) mengaku tidak tahu. Dari kelima orang yang mengatakan penetapan pasangan Calon dilakukan dengan voting, dua diantaranya adalah cabup yang kalah dalam pilkada, dua lainnya dari unsur pemerintah Provinsi dan Kabupaten, sedangkan yang seorang lagi adalah bakal Calon yang gagal maju pilkada. 2 orang yang mengaku tidak tahu adalah pasangan salah satu pasangan cabup/cawabup yang unggul dalam pilkada I. Informan yang mengatakan tidak ada voting, 1 orang adalah salah satu cabup yang unggul dalam pilkada I sedangkan yang dua orang lagi adalah anggota KPUD. Mereka menolak jika dikatakan mengambil keputusan dengan cara voting sebagaimana sanggahan Tasrim[20]. Tapi sanggahan tersebut tidak berdasar, keputusan ini bukanlah keputusan politis sehingga perlu pikiran yang jernih dan alasan logis untuk menjelaskan masalah penetapan tersebut. Meskipun semua tahapan pelaksanaan pilkada yang dilakukan oleh KPUD sudah sesuai PP No.6/2005 pasal 43-49 tentang penelitian pasangan calon, namun disini terlihat lemahnya mekanisme yang digunakan oleh KPUD dalam memutuskan penetapan pasangan calon dan bertentangan dengan pasal 50 PP No.6/2005 tentang penetapan dan pengumuman pasangan calon karena kedua pasangan yang diajukan oleh Partai PDK terbut tidak memenuhi syarat.

Indikasi voting ini juga dikemukakan oleh Nasir Adam[21], salah seorang anggota KPUD Kabupaten Kolaka yang ditemui di kantor KPUD Kolut. Menurutnya hal ini kelemahan yang dapat digunakan calon yang tereliminir dalam gugatannya untuk menjatuhkan KPUD Kolut.

Mencermati proses pelaksanaan pilkada mulai dari pengumuman pendaftaran pasangan calon di KPUD hingga penetapan pasangan calon mangundang tanggapan yang beragam mengenai kinerja KPUD. Tanggapan yang menyatakan kinerja KPUD kurang maksimal beralasan KPUD terlalu kaku dalam memahami dan menerapkan peraturan, arogan, terlalu jauh mencampuri urusan partai PDK, berpihak pada salah satu pasangan calon, dan di lapangan, KPUD terkesan tidak siap. Ketidaksiapan ini menyebabkan banyaknya pemilih yang terdaftar tidak memiliki kartu daftar pemilih. Sedangkan yang berpendapat kinerja KPUD tidak profesional/ underprofessional karena masih muda, kurang berpengalaman dan tidak memahami peraturan dengan baik. Bahkan salah satu informan mengatakan, “Berbicara anggaran berarti berbicara soal kinerja, tapi yang ditunjukkan oleh KPUD adalah menghabiskan anggaran dan hasil kerja belum jelas.”[22]

Umumnya yang menyatakan kinerja KPUD cukup baik adalah Cabup/ cawabup yang menang di pilkada I. Yang mengatakan kinerja KPUD kurang maksimal, dua orang adalah cabup yang kalah di Pilkada I dan seorang adalah unsur Pemkab. Sementara dua orang yang mengatakan kinerja KPUD underprofessional/ kurang profesional adalah bakal cabup yang dieliminir dan seorang lainnya adalah dari pemprov.

Alasan yang dikemukakan oleh sejumlah informan yang berpendapat kinerja KPUD tidak profesional/ underprofessional karena kurang berpengalaman dan tidak memahami peraturan dengan baik, mungkin hal inilah yang mengakibatkan KPUD terlalu kaku dalam menerapkan peraturan sebagaimana yang dikatakan oleh mereka yang berpendapat kinerja KPUD kurang maksimal. Sikap kaku KPUD ini sebagai bentuk kehati-hatiannya dalam menyikapi persoalan yang terjadi selama proses pilkada berlangsung. Sejumlah tanggapan yang diberikan tentu saja lebih bersifat subyektif mengingat posisi dan kepentingan yang melatarbelakangi pernyataan tersebut.

Sejumlah kecurangan dan pelanggaran selama pilkada berlangsung serta banyaknya wajib pilih yang tidak menggunakan haknya karena tidak mendapat kartu daftar pemilih yang terjadi dianggap sebagai ketidaksiapan KPUD dalam menyelenggarakan pilkada. Hal ini menjadi alasan informan yang mengatakan kinerja KPUD tidak maksimal. Masalah kecurangan dan pelanggaran bukanlah menjadi tanggung jawab KPUD. Itu dapat di laporkan oleh Panwaslu dan KPUD ke DPRD untuk ditindaklanjuti. Namun persoalan surat daftar panggilan terhadap pemilih yang kurang dan dicetak belakangan oleh KPUD tanpa mengikuti prosedur yang telah ditetapkan UU, bertentangan dengan dengan PP No.6/2005 tentang prosedur penetapan calon pemilih sebagaimana Pasal 20 tentang daftar pemilih sementara, pasal 23 tentang tanda bukti terdaftar sebagai pemilih, pasal 24 tentang pengumuman daftar pemilih tambahan, pasal 26 sampai dengan pasal 30 tentang prosedur perubahan dan penetapan daftar pemilih tetap dan pasal 33 tentang pengisian dan pengadaan kartu pemilih oleh KPUD.

Mengenai daftar pemilih, KPUD Kolut ternyata tidak melakukan validasi data terkait dengan berbedanya jumlah daftar pilpres, pemilu dan pilkada. Tercatat pada pilpres jumlah pemilih yang terdaftar sebanyak 72.764 pemilih, pada pemilu jumlah pemilih yang terdaftar sangat kurang, yaitu 47.202 pemilih, sedangkan pada pilkada tercatat yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 53.630 pemilih. Temuan ini diklarifikasi oleh DPRD Kolut kepada KPUD dan diakui KPUD dan berjanji akan melakukan pemutakhiran data[23]. Padahal dalam PP No.6/2005 pasal 19 Ayat 1dinyatakan bahwa daftar pemilih yang digunakan pada pemilu terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan. Selanjutnya pada Ayat 2 berbunyi daftar pemilih dimutakhirkan dan divalidasi, ditambah dengan daftar pemilih tambahan untuk digunakan sebagai bahan penyusun daftar pemilih sementara. Dalam dua hal ini KPUD dianggap lalai. Masalah ini sempat mengemuka dan menjadi perhatian pers dan masyarakat namun tidak banyak di soroti karena kemudian masalah konflik antara KPUD dan pasangan calon Yunus -Malippang Ali banyak menyita perhatian publik di Kolaka Utara Khususnya dan Sulawesi Tenggara umumnya.

Sementara itu terdapat pula tiga tanggapan berbeda mengenai proses pelaksanaan pilkada mulai dari tahap pendaftaran sampai dengan tahap penetapan pasangan calon, banyak diantaranya menyatakan pelaksanaan pilkada sudah prosedural, sebagian mengatakan sudah prosedural namun masih terdapat kesalahan/ tidak sempurna, namun ada pula yang menganggap tidak prosedural.

Umumnya tanggapan yang mengatakan prosedural tapi masih ada kesalahan, menyesali pengambilan keputusan KPUD dalam hal penetapan calon dengan cara voting. Sementara yang mengatakan tidak prosedural beralasan bahwa KPUD underprofessional karena tidak memahami aturan partai dan menetapkan pasangan calon dengan cara voting. Sedangkan yang berpendapat KPUD sudah prosedural dalam melaksanaan tahapan penetapan pasangan calon mengatakan sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Cabup/Cawabup yang menang dalam Pilkada I dan anggota KPUD menganggap pelaksanaan pilkada sudah prosedural. cabup yang kalah dalam Pilkada I dan dua orang lainnya berasal dari pemprov dan pemkab mengatakan pelaksanaan pilkada telah prosedural namun masih ada kesalahan, sedangkan bakal cabup yang dieliminir oleh KPUD dalam pencalonan mengatakan tidak prosedural.

Semua proses pencalonan, penelitian berkas persyaratan administrasi dan penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh KPUD sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam UU RI No.32/2004 pasal 66 Ayat 1 jo. PP No. 6 /2005 pasal 6 yang mengatur tentang tugas dan wewenang KPUD, disebutkan bahwa KPUD mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan penyelenggaraan pemilihan cabup/ cawabup, penetapan tata cara pemilihan yang sesuai undang-undang, mengoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan, menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik, meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan, dan menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan. Tugas, wewenang, dan kewajiban KPUD tersebut juga secara bertahap dan berurut dirumuskan dalam PP No. 6/2005 pasal 41 sampai pasal 42 tentang pendaftaran pasangan calon , pasal 43 sampai pasal 49 tentang penelitian pasangan calon, dan pasal 50 sampai pasal 53 tentang penetapan dan pengumuman pasangan calon .

Namun menurut beberapa sumber, dalam pengambilan keputusan tentang pencalonan tersebut ada hal yang kurang dicermati oleh KPUD, yaitu “Aturan partai. Aturan partai seharusnya juga menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan partai sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi”. Tetapi KPUD berdalih bahwa aturan partai hanya berlaku dan mengikat bagi anggotanya dan tidak berlaku bagi orang dan lembaga lain. Tapi satu hal yang perlu di pahami oleh KPUD, masalah pencalonan oleh partai secara langsung berkaitan dengan partai. Setiap partai mempunyai cara dan mekanisme keorganisasian tersendiri dalam menjalankan kebijakan partai termasuk masalah penjaringan bakal calon bupati dan wakil bupati. Undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi berperan sebagai alat untuk mengawal dan menguji produk kebijakan partai.

Meskipun KPUD menyatakan tidak melakukan voting tapi pernyataan Tasrim yang mengatakan tentang proses pengambilan keputusan seperti yang diungkapkannya[24] agak naif. Keputusan ini adalah keputusan administratif bukan keputusan politik sehingga pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam proses pengambilan keputusan seharusnya berdasarkan pertimbangan administratif, berkaitan dengan aturan dan persyaratan yang telah ditentukan.

Klarifikasi yang dilakukan oleh KPUD pada Kantor Kesbang dan Linmas Kolaka Utara dan terhadap DPN PDK sudah sesuai dengan UU No. 32/2004 pasal 60. Namun kenyataan bahwa surat yang dilampirkan oleh Kepengurusan DPK PDK versi kongres tidak sah, kurang mendapat penelusuran lebih mendalam oleh KPUD. Kenyataan bahwa kongres dilaksanakan pada bulan April 2005 tetapi surat keputusan itu dikeluarkan bulan Januari 2005 seharusnya menjadi pertimbangan bahwa sesuatu yang tidak beres sedang berlangsung.

Kemudian surat balasan DPN PDK terhadap surat klarifikasi KPUD Kolut tentang kepengurusan partai tidak mendapat tanggapan yang serius dari KPUD. Padahal dalam surat tersebut dengan jelas dinyatakan bahwa kepengurusan Syamsuddin Pasara telah demisioner serta tidak berwenang mengajukan calon / pasangan calon dan untuk itu ditunjuk M.Ukub Wahab dan Agus HBN untuk melakukan penjaringan pasangan calon. Dalam peraturan partai dinyatakan bahwa jika terjadi demisioner dalam kepengurusan di tingkat DPP dan DPK maka wewenang partai diambil alih oleh DPN.

KPUD memandang hal ini secara parsial, Tasrim mengatakan Salah satu pertimbangan tidak lolosnya pasangan Dinamis Yunus –Mallippang Ali adalah karena semua berkas pencalonan mereka ditandatangani oleh M.Ukub Wahab dan Agus HBM sebagai mandataris dan bukan ketua dan sekretaris sebagaimana dalam undang-undang”. Sepertinya ungkapan ini didasarkan pada PP No. 6/2005 pasal 42 ayat 1 berbunyiPartai politik atau gabungan partai politik dalam mendaftarkan pasangan calon , wajib menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung”. Kalimat pimpinan partai politik oleh KPUD diartikan sebagai ketua dan sekretaris, seperti dalam penjelasan PP No. 6/2005. Namun dalam keadaan terjadi kekosongan kepemimpinan dalam partai PDK, baik karena demisioner atau suatu hal lainnya maka DPN berwenang mengambil alih sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 65 peraturan partai PDK, serta menunjuk mandataris. Mandataris inilah yang dapat disebut sebagai pimpinan partai.

Seharusnya yang menjadi dasar penolakan KPUD terhadap pasangan Dinamis Yunus -Mallippang Ali adalah tidak adanya surat keterangan yang diberikan oleh instansi yang berwenang yaitu Kesbang dan Linmas Kolut mengenai keberadaan Partai PDK versi mandat yang mencalonkan pasangan tersebut sebagai kepengurusan yang terdaftar dan sah. Sebagaimana PP No. 6 pasal 43 ayat 2 ”Penelitian meliputi penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan, serta klarifikasi pada instansi yang berwenang memberikan surat keterangan”. Disamping itu adanya pembatalan dan pencabutan dukungan terhadap pasangan ini oleh DPK PDK Kolut versi mandat sudah cukup untuk memperjelas masalah ini, terlebih pencabutan dukungan tersebut berlangsung sebelum penetapan pasangan calon pilkada oleh KPUD sebagaimana diatur dalam pasal 62 ayat 1.

Fakta bahwa kepengurusan Syamsuddin Pasara tidak sah menurut peraturan partai dan ada dua sekretaris partai yang tidak bertandatangan dalam surat koalisi/ gabungan partai yang tidak sesuai dengan penjelasan pasal 59 ayat 5 UU RI No.32/2004, kenyataan DPK Partai PDK versi mandat tidak terdaftar di Kesbang Linmas dan telah membatalkan dukungannya terhadap pasangan DinamisYunus-Mallippang Ali, kemudian tidak jelasnya pendirian pengurus PDK di pusat, seharusnya KPUD bisa mengambil tindakan tegas dengan menolak kedua pasangan calon dari Partai PDK tersebut. Namun hal ini tidak dilakukan oleh KPUD. Ketidaktegasan sikap KPUD disini disinyalir oleh beberapa kalangan karena adanya keberpihkan KPUD terhadap pasangan calon Bustam AS-Safruddin karena disamping terdapat hubungan kekeluargaan diantara seorang anggota KPUD Kolut, lembaga ini juga banyak menerima bantuan finansial dari pasangan tersebut dalam menjalankan aktivitas lembaganya termasuk mengurus persoalan ini sampai ke pusat sebab KPUD tidak mempunyai dana ekstra untuk melakukan perjalanan sehubungan dengan konflik tersebut.[25]

Karena dieliminasi dari pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah, maka pada tanggal 1 Agustus 2005 pasangan Dinamis Yunus – Mallipang Ali mendaftarkan gugatan secara perdata pada Pengadilan Negeri Kolaka terhadap KPUD Kolaka Utara yang dicatat dalam register perkara Nomor : 14/Pdt.G/2005/PN. Klk. Pasangan ini menggugat KPUD Kolut, Syamsuddin Pasara, dan pasangan Bustam AS-Safruddin. Dalam gugatannya mereka menuntut agar : (1) Pencalonannya sebagai calon KDH/WKL KDH kolut adalah sah menurut hukum, (2) Perbuatan KPUD yang mendiskulifikasi dan membatalkan pencalonan mereka merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa. (3) KPUD membatalkan atau menyatakan tidak sah surat keputusan tertanggal 29 Juni 2005 tentang pemberitahuan diskualifikasi pencalonan pasangan Dinamis Yunus-Malippang Ali beserta surat-surat lainnya sepanjang berkenaan dengan diskualifikasi. (4) KPUD menyatakan tidak sah pengusulan Bustam AS-Safruddin sebagai calon KDH/cawabup kolut periode 2005-2010 melalui partai Partai PDK Kolut. (5) Pencalon annya melalui koalisi partai PDK dan Partai Bulan Bintang (PBB) Kolut adalah sah dan memulihkan status dan kedudukannya sebagai calon KDH dan cawabup Kolut 2005-2010

Menurut Tasrim, tuntutan pasangan Dinamis Yunus - Mallippang Ali terhadap lembaganya salah alamat. Karena akar permasalahan sesungguhnya adalah tidak tuntasnya penyelesaian masalah internal partai PDK yang menyebabkan adanya kepengurusan ganda yang kemudian melahirkan pencalonan ganda bakal calon bupati dan wakil bupati. Masalah penetapan c alon oleh KPUD, hanya akan diloloskan apabila telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh undang-undang.

Tanggal 18 Agustus PN Kolaka memutuskan perkara tersebut yang pada pokoknya mengabulkan permintaan penggugat dalam hal ini adalah pasangan bakal calon Dinamis Yunus – Mallippang Ali. Namun PN Kolaka menolak tuntutan provisial pasangan tersebut yang meminta agar pilkada ditunda.

Adapun dasar putusan PN Kolaka memenangkan tuntutan pasangan Dinamis Yunus-Mallippang Ali adalah karena adanya keterangan sejumlah saksi yang mengatakan bahwa kepengurusan Syamsuddin Pasara telah demisioner pasca kongres dan belum ada surat keputusan yang dikeluarkan oleh DPN PDK mengenai penetapan kepengurusan DPK PDK yang baru. Kemudian adanya surat mandat DPN klarifikasi dari DPN PDK tertanggal 23 Juli 2005. Sehingga kepengurusan Syamsuddin Pasara tidak berwenang melakukan koalisi partai dan penjaringan pasangan bakal Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kolaka Utara. Meskipun KPUD menyampaikan bukti sebuah surat mengenai penguatan terhadap penetapan KPUD tentang pencalonan pasangan Bustam AS-Safruddin tertanggal 11 Agustus 2005 dari DPN PDK. Namun PN Kolaka berpendapat surat itu tidak cukup sebagai bukti karena ditandatangani oleh Rafiuddin Hamarung, Ketua Partai PDK. Sebab dalam peraturan partai PDK hanya Presiden Partai PDK yang boleh bertandatangan untuk surat –surat tersebut.

Namun dalam amar putusan Pengadilan Negeri Kolaka terdapat kesalahan mengenai tanggal berita acara penetapan pasangan calon . Kesalahan ini sangat fatal karena mempengaruhi pertimbangan dan putusan PN. Kolaka. Pada amar putusan tersebut dikatakan bahwa berita acara penetapan oleh KPUD tertanggal 29 Juni 2005 sehingga pembatalan dukungan oleh M. Ukub Wahab dan Agus HBM pada tanggal 19 Juli 2005 dianggap tidak sah dan bertentangan dengan UU RI No.32/2004 pasal 62 ayat 1 dan tidak mempengaruhi pencalonan karena pembatalan dilakukan setelah penetapan oleh KPUD. Padahal yang benar adalah pembatalan dukungan oleh M. Ukub Wahab dan Agus HBM tertanggal 29 Juli 2005, karenanya pembatalan dukungan tersebut sah karena dilakukan sebelum penetapan oleh KPUD dan itu berarti Pasangan Dinamis Yunus-Mallippang Ali hanya didukung oleh PBB dan tidak cukup suara untuk diusung menjadi bakal calon. Kesalahan mencantum tanggal tersebut berdampak, surat keputusan penetapan pasangan calon oleh KPUD tanggal 29 Juli 2005 tetap sah menurut hukum.

Terhadap putusan Pengadilan Negeri Kolaka, para tergugat dalam hal ini KPUD Kolut, Syamsuddin Pasara, Bustam AS dan Safruddin melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara. Dalam memori bandingnya, KPUD dan para tergugat lainnya menyatakan keberatan karena putusan hakim PN Kolaka bersifat subyektif dan sangat kontroversial. Mereka mempersoalkan putusan hakim yang keliru mengenai tanggal penetapan pasangan Calon oleh KPUD, pernyataan pengakuan atas sahnya kepengurusan DPK PDK Kolut versi mandat, surat-surat pencalonan pasangan Dinamis Yunus-Mallippang Ali yang ditandatangani oleh pengurus versi mandat, bahwa pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh hakim PN Kolaka tidak konsisten dan tidak sesuai dengan undang-undang.

Pada tanggal 14 September 2005 Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara mengeluarkan putusan sela atas perkara Nomor : 43/Pdt/2005/PT. Sultra yang pada pokoknya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kolaka. Bahkan PT Sultra juga memenangkan tuntutan provisi Pasangan Dinamis Yunus-Mallippang Ali, memerintahkan kepada KPUD untuk menangguhkan proses pilkada di Kabupaten Kolaka Utara. Atas putusan ini, KPUD mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Dimenangkannya tuntutan provisi pasangan Dinamis Yunus -Mallippang Ali yang meminta pilkada di tunda, berlawanan dan tidak sesuai dengan PP No.17/2005 pasal 149 ayat 1 jo. PP No.3/2005 pasal 236A ayat 1 yang berbunyi ” Dalam hal di suatu daerah pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya di seluruh atau sebagian wilayah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakibat pemilihan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal, pemilihan di tunda. Menurut PP ini masalah hukum yang terjadi antara KPUD dan tergugat lainnya dengan pasangan Dinamis Yunus -Mallippang Ali bukanlah semacam gangguan yang dimaksudkan. Terlebih lagi dalam penjelasan umum Perppu No.3/2005 dinyatakan bahwa gangguan lainnya yang dapat berakibat pemilihan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal dapat berupa belum tersedianya dana, perlengkapan, personil, atau keadaan wilayah lainnya. Sementara itu realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan seperti yang disebutkan di atas. Sehingga putusan provisi tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pilkada.

Lebih lanjut dinyatakan dalam PP No.17/2005 pasal 149 ayat 4, ”Penundaan seluruh atau sebagian tahapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota diajukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bupati/Walikota atas usul KPUD Kabupaten/ Kota melalui pimpinan DPRD Kabupaten/ Kota”. Di sini jelas diterangkan bahwa penundaan pelaksanaa pilkada baik sebagian maupun seluruhnya harus merupakan usulan KPUD. Tetapi dalam kasus ini, usulannya datang dari DPRD sehingga KPUD dipaksa untuk menunda pilkada padahal persiapan pelaksanaan pilkada tahap II telah dilakukan KPUD[26]

3. KPUD Kolut Menolak Menunda Pilkada

Pada tanggal 14 September 2005 Gubernur Sulawesi Tenggara bersurat kepada Menteri Dalam Negeri dengan Nomor Surat : 131/3809 yang perihalnya adalah mohon petunjuk atas permasalahan penetapan Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh KPUD. Menteri Dalam Negeri membalas surat Gubernur Sulawesi Tenggara mengenai permasalahan penetapan Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh KPUD. Pokok-pokok isi surat tersebut adalah meminta agar Gubernur memfasilitasi KPUD Kabupaten Wakatobi dan Kolaka Utara beserta pimpinan partai politik di tingkat provinsi dan pusat untuk menyelesaikan permasalahan penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam waktu singkat, menyatakan bahwa penundaan seluruh atau sebagian tahapan pemilihan agar mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan meminta Gubernur beserta Muspida setempat untuk memberikan fasilitas demi tetap terpeliharanya stabilitas politik, keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebagai tindak lanjut atas Surat Menteri Dalam Negeri tersebut, Gubernur Sulawesi Tenggara mengeluarkan surat Nomor : 131/4026 tertanggal 22 September 2005 perihal pelaksanaan pilkada Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Wakatobi yang ditujukan kepada Pj. Bupati Kolut. Isi surat Gubernur sama dengan surat Mendagri secara implisit tidak menyebutkan soal penundaan pilkada Kolut tapi menunggu penyelesaian proses hukum dulu. Kamaruddin menyatakan, Tidak benar isu-isu yang menyebutkan bahwa surat Gubernur meminta penundaan pilkada Kolut, Gubernur hanya meminta supaya menunggu proses hukum diselesaikan agar ada keputusan hukum tetap, yang lainnya meminta pj. Bupati agar menggelar rapat bersama Muspida dan KPUD. Rapat itu kemudian digelar selama dua hari, tanggal 25-26 September 2005 dilaksanakan rapat Muspida di Rumah Jabatan Bupati Kolaka Utara yang dihadiri oleh unsur pimpinan daerah, Cabup/ Cawabup, KPUD Kolaka Utara, DPRD Kolaka Utara dan Kejari Kolaka. Rapat ini digelar untuk membahas Surat Mendagri dan Surat Gubernur yang meminta pilkada ditunda. Sebelumnya pada tanggal 24 September 2005, surat Gubernur Sultra perihal penundaan Pilkada diantar langsung oleh pj. Bupati Kolaka utara, Drs. H. Kamaruddin, MBA kepada KPUD Kolut.

KPUD tetap bersikeras untuk melaksanakan pilkada pada tanggal 29 September 2005. Menurut KPUD tidak ada alasan yang cukup untuk menunda pilkada termasuk proses hukum yang terjadi antara lembaga tersebut dengan salahsatu pasangan calon, sesuai dengan pasal 236 A ayat 1 UU RI No.32/2004, pasal 149 Ayat 1 PP No.6/2005 dan penjelasannya mengenai penundaan pilkada. Bahwa pilkada harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal pada pasal 67 huruf f UU RI No.32/2004. Lebih lanjut PP No. 17 /2005 Pasal 1 Angka 10 tentang perubahan pasal 149 Angka 4 menyatakan bahwa

”Penundaan seluruh atau sebagian tahapan pemilihan bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diajukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bupati/ Walikota atas usul KPUD Kabupaten/ Kota melalui pimpinan DPRD Kabupaten/Walikota”.

Dan mengenai pelaksanaan pilkada KPUD tidak pernah memberikan usulan tentang penundaan sebagian maupun keseluruhan karena menganggap situasi di Kolut cukup kondusif untuk menyelenggarakan pilkada.

Pilkada akhirnya dilaksanakan pada tanggal 29 September 2005. Enam pasangan Calon berlaga dalam pemilihan tersebut. Meskipun awalnya banyak disoroti namun pelaksanaan berjalan tertib dan aman. Kekhawatiran yang sempat merebak mengenai situasi dan kondisi Kolaka Utara yang tidak stabil dan tidak memungkinkan pelaksanaan pilkada berjalan dengan lancar akhirnya dapat tertepis.

Hasil rekapitulasi perhitungan suara hasil pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah Kolaka Utara yang dituangkan dalam berita acara Nomor : 523/KPU-KU/X/2005 tanggal 10 Oktober 2005 dan Surat Keputusan KPUD Kolaka Utara Nomor : 17 tahun 2005. Menetapkan bahwa dari keenam pasangan Calon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak ada yang memenuhi 25% suara dari 53273 suara yang sah sehingga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu UU RI No.32/2004 pasal 107 ayat 4 Apabila tidak ada yang mencapai 25 % dari jumlah suara sah, dilaksanakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Dengan demikian harus dilaksanakan pemilihan tahap kedua atas pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yaitu pasangan Rusda Mahmud – Hj. Suhariah dan pasangan Ansar Sangka – Abbas Yang rencananya akan dilaksanakan tanggal 11 November 2005. Dan untuk pilkada putaran kedua ini, KPUD Kolaka Utara dalam rapat plenonya merencanakan akan diselenggarakan pada tanggal 11 November 2005.

Hasil pilkada I Kolaka Utara menimbulkan sejumlah tanggapan dari SI. Tanggapan yang diberikan cukup beragam. Ada yang meyatakan puas namun ada juga yang tidak puas. Dua orang (33,3%) mengatakan hasil pilkada tidak representatif karena terdapat sekitar 19.000 wajib pilih tidak menggunakan hak pilihnya, kemudian ada indikasi pemalsuan data pemilih yang dilakukan oleh oknum pejabat pencatatan sipil, dan banyak terjadi money politik. satu orang (16,7%) mengatakan hasil pilkada tidak sesuai dengan harapan karena masih terdapat kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan pilkada. satu orang (16,7%) menyatakan belum ada hasil karena pilkada masih bermasalah. dua orang (16,7%) menyatakan puas dan seorang (16,7%) lainnya mengatakan hasil pilkada perolehan suaranya merata, sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan, itu berarti pilkada belum selesai.

Calon -calon bupati yang tidak lolos ke pilkada selanjutnya mengatakan hasil pilkada tidak representatif, sedangkan yang berpendapat hasil pilkada tidak sesuai dengan harapan adalah calon bupati yang akan maju bertarung pada pilkada berikutnya. Sementara, Karo Pemprov Sultra menyatakan belum ada hasil karena pilkada masih bermasalah. Hanya pasangan cabup/cawabup yang meraup suara terbanyak dalam pilkada I yang menyatakan puas. Calon tereliminir sendiri menyatakan hasil pilkada perolehan suaranya merata, sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan, itu berarti pilkada belum selesai.

Tanggal 11 Oktober 2005, penyampaian hasil rapat paripurna DPRD Kolaka Utara yang ditujukan kepada Gubernur Sultra dan Mendagri RI melalui surat Nomor 170/145.DPRD. Surat tersebut berisi tentang permohonan peninjauan pelaksanaan pilkada di Kolut, meminta Mendagri agar memerintahkan Gubernur Sultra untuk membatalkan hasil pilkada tahap 1 dan mengganti anggota KPUD. Alasan yang dikemukakan DPRD adalah tahap penjaringan calon di KPUD telah melenceng dan bertentangan dengan ketentuan UU No. 32/2004 dan PP No. 6/2005. DPRD menerangai adanya dominasi kepentingan KPUD untuk meloloskan calon tertentu. Disamping itu DPRD juga menganggap KPUD telah melecehkan surat Mendagri, Gubernur, dan putusan Pengadilan Negeri Kolaka.

Indikasi keberpihakan KPUD terhadap salah satu calon tidak hanya dinyatakan oleh DPRD tapi juga hal ini disampaikan oleh beberapa informan. Jika ini benar maka KPUD telah melanggar PP No.6/2005 pasal 6 dan UU RI No.3/2004 pasal 67 bahwa KPUD sebagai penyelenggara pemilihan berkewajiban untuk memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara. Itu berarti dalam hal ini KPUD tidak bersikap Independen dalam mengambil keputusan.Mengenai anggapan pelecehan terhadap Surat Mendagri dan Surat Gubernur. Istilah pelecehan mungkin kurang tepat. Dalam suratnya, Mendagri hanya meminta agar gubernur memfasilitasi pertemuan antara partai-partai dan KPUD, dan jika ada penundaan haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara itu surat Gubernur hanya menghimbau agar pelaksanaan pilkada ditangguhkan sambil menunggu proses hukum yang sedang berlangsung. Namun menurut PP No.17/2005 pasal 149 ayat 4 penundaan pilkada hanya dapat dilakukan bila diusulkan oleh KPUD. Sedangkan pelecehan yang dimaksudkan sehubungan dengan putusan PN Kolaka, juga tidak beralasan karena tuntutan provisi pasangan Dinamis Yunus dan Mallippang Ali mengenai penundaan pilkada tidak dikabulkan oleh pengadilan. Sedangkan untuk memenuhi tuntutan pasangan tersebut agar dipulihkan haknya sebagai pasangan Calon bupati dan wakil bupati juga tidak memungkinkan mengingat dukungan yang diberikan oleh DPK Partai PDK versi mandat telah dicabut sehingga pasangan ini hanya diusung oleh PBB.

Tanggal 12 Oktober 2005 Pengadilan Tinggi Sultra mengeluarkan putusan final mengenai kasus KPUD dengan pasangan Calon Yunus-Malippang Ali yang pada intinya memenangkan semua gugatan pasangan tersebut dan meminta KPUD untuk menunda pilkada. Pada hari yang sama, Ketua KPUD Kolaka Utara melalui tim pengacaranya, memohon kasasi ke Mahkamah Agung setelah kalah di Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara. Dalam perkara kasasi ini Dinamis Yunus tidak lagi bersama Mallippang Ali. Dalam mengajukan kasasi ke MA, KPUD juga sendiri karena Syamsuddin Pasara, Bustam AS, dan Safruddin menyatakan untuk tidak terlibat lebih jauh dalam konflik tersebut. Konflik kini terjadi antara Dinamis Yunus dan KPUD. Keengganan Bustam AS untuk memperpanjang konflik terbukti dengan membuat surat pernyataan yang isinya menerima secara sukarela putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada tanggal 21 Oktober 2005. Meskipun surat pernyataan ini tidak berpengaruh banyak terhadap proses pelaksanaan pilkada selanjutnya sebab pilkada I telah dilaksanakan, tentu akan lain halnya jika Bustam AS menyatakan pengunduran dirinya sebelum pilkada I.[27]

Perkara antara KPUD dengan pasangan Dinamis Yunus-Malippang Ali bukanlah sengketa pilkada sebagaimana yang diatur UU No. 32/2004 pasal 106 tapi kasus perdata biasa, karenanya hal ini tidak boleh mengganggu jalannya pilkada. Hal ini sesuai dengan pendapat Tim Kerja Panitia Ad Hoc (PAH) I DPD RI yang telah melakukan kunjungan kerja ke Kolaka Utara pasca pilkada[28].

Alasan yang diajukan oleh KPUD mengenai sempitnya waktu yang tersisa untuk mensosialisasikan penangguhan pilkada ke daerah-daerah cukup beralasan mengingat medan dan letak geografis Kolaka Utara yang sebagian susah dijangkau oleh kendaraan umum. Mengenai pelaksanaan pilkada, KPUD mempunyai kewenangan penuh untuk merencanakan, mengatur, dan menjalankan tugasnya. Dalam hal ini KPUD dituntut untuk independen termasuk dalam mengambil keputusan. Bahkan dalam hal pelaksanaan pilkada di tingkat Kabupaten, KPUD Kabupaten tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan koordinasi dan melaporkan seluruh kegiatannya kepada KPUD Provinsi dan KPU Pusat. Lembaga ini hanya menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat sebagaimana pasal 6 huruf c PP No.6/2005.

Setelah pelaksanaan Pilkada Tahap I, tekanan untuk menunda pilkada II sangat kuat. Banyak pihak, utamanya yang tidak puas dengan pelaksanaan dan hasil pilkada I meminta agar pilkada II dilaksanakan setelah adanya putusan kasasi dari MA. Menyikapi hal tersebut maka pada tanggal 30 Oktober 2005, dilaksanakan pertemuan antara Gubernur Sultra, Muspida Kab. Kolaka Utara dan Ketua dan Anggota KPUD di Pomalaa. Hasil pertemuan tersebut merekomendasikan agar pilkada II ditunda hingga adanya kepastian hukum yang bersifat final dari MA.

Pilkada Kolut akhirnya ditunda setelah rapat paripurna DPRD Kolut memutuskan untuk menunda pilkada dan bersurat kepada Pj. Bupati Kolut untuk menangguhkan pencairan dana pilkada II. Pj. Bupati lalu menyampaikan kepada KPUD mengenai penangguhan pencairan dana tersebut. KPUD Kolut kemudian bersurat ke DPRD dan menyatakan menunda pilkada sampai dengan adanya petunjuk dari Mendagri. Menurut undang-undang, penundaan pilkada ini tidak prosedural dan bertentangan dengan PP No.17/2005 pasal 149 ayat 4 bahwa penundaan pilkada seharusnya atas usulan KPUD kepada Gubernur melalui Pimpinan DPRD yang ditembuskan kepada Bupati. Usulan ini nantinya diajukan Gubernur kepada Mendagri. Dengan Situasi di Kolut, KPUD dikondisikan untuk mengajukan penundaan pilkada.

Dalam hal ini unsur pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten seharusnya bersikap netral dalam menanggapi permasalahan pilkada Kolaka Utara. Sebagai birokrat peran keduanya hanyalah sebagai fasilitator, memfasilitasi pelaksanaan pilkada agar berlangsung aman dan tertib. Tentang tugas dan wewenang DPRD diatur dalam pasal 66 dalam UU No.32/2004 ayat 3 yang meliputi pengawasan tahapan pelaksanaan pilkada, memebentuk panitia pengawas, meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD dan mendengarkan visi dan misi dari pasangan cabup dan cawabup. Pertanggungjawaban KPUD kepada DPRD juga dimuat dalam pasal 4 ayat 4 PP No.6/2005. Sedangkan peran pemerintah daerah hanya diatur dalam PP No.6/2005 pasal 144 ayat 2 yang menyatakan pemerintah daerah dapat memberikan fasilitasi dan dukungan kepada KPUD untuk kelancaran pemilihan. Sedangkan pasal 145 hanya menyebutkan peran kepolisian daerah dan pamong praja dalam menjaga keamanan dan ketertiban sehingga dalam melaksanakan tugasnya KPUD bersikap mandiri dan tidak boleh diintervensi.

Kepentingan Yang Diperjuangkan dalam Konflik

Berbagai kepentingan mewarnai konflik yang terjadi pada Pilkada putaran II di Kolaka Utara. Namun secara garis beras terdapat dua kepentingan yang menjadi sumber konflik yaitu, keinginan untuk melaksanakan Pilkada ulang dan keinginan untuk melanjutkan Pilkada putaran II.

Kelompok yang menginginkan Pilkada ulang pun memiliki kepentingan yang berbeda-beda. pertama, kepentingan yang nampak dipermukaan adalah kepentingan calon tereliminir sebagai sebuah realitas konflik. Dinamis Yunus yang menganggap bahwa hak-hak politiknya tidak diakomodir oleh KPUD dalam Pilkada putaran I. Kepentingan lain yang ”membonceng” konflik antara Dinamis Yunus dengan KPUD Kolut adalah kepentingan Partai Golkar, yang pada Pilkada putaran I, tidak mencukupi jumlah suara untuk lolos pada Pilkada putaran II, sehingga ada keinginan besar untuk melaksanakan Pilkada ulang, agar dapat mengatur strategi baru guna memenangkan Pilkada.

Sementara itu kelompok yang meninginkan Pilkada putaran II, memiliki dua kepentingan, pertama, kepentingan pasangan Cabup/Cawabup yang lolos ke putaran II, pasangan ini menginginkan agar tidak terjadi Pilkada ulang, karena akan merugikan mereka. Dari segi biaya, pasangan tersebut telah mengeluarkan dana yang cukup besar, sehingga merupakan kerugian bagi mereka apabila Pilkada diulang. Selain itu, yang lebih mendasar adalah waktu, pikiran dan tenaga yang telah mereka korbankan menjadi sia-sia. Kedua, KPUD sebagai penyelenggara akan dianggap tidak dapat melaksanakan tugasnya, sehingga akan menjadi preseden buruk terhadap kinerja lembaga tersebut, serta kemungkinan besar pasangan cabup yang lolos keputaran II akan menggugat balik KPUD, dan ini menurut ketua KPUD memiliki dasar hukum yang jelas pada pasal 95 ayat 4 PP No.6/2005 tentang pemilihan putaran II untuk pemenang pertama dan kedua, jika tidak ada satu pasangan calon yang mencapai 25% dari jumlah suara sah

Dari beberapa sumber didapatkan informasi bahwa kepentingan untuk melakukan Pilkada ulang didominasi oleh partai Golkar. Ini dapat dipahami, karena calon partai Golkar dalam Pilkada I tidak lolos, sehingga upaya untuk melakukan Pilkada ulang menjadi salah satu cara untuk menyusun strategi baru dalam memenangkan Pilkada. Karena Partai Golkar tidak memiliki alasan yang kuat untuk menolak hasil Pilkada I, sehingga menggunakan jalur birokrasi, kekuasaan eksekutif juga legislatif yang didasarkan pada gugatan Dinamis Yunus untuk menunda pelaksanaan Pilkada tahap II.

Catatan tersendiri buat salahsatu calon dari partai Golkar, karena dalam wawancara sebelumnya tidak memberi ketegasan sikap tentang kepentingannya dalam konflik tersebut, cenderung mengaburkan kepentingan yang sebenarnya. Ini terbukti dengan pernyataannya yang senada dengan pernyataan Gubernur bahwa sebaiknya menunggu hasil keputusan Mahkamah Agung, namun dia tidak menginginkan masalah ini menjadi berlarut-larut. Disisi lain ia sudah mempersiapkan strategi baru seandainya Pilkada diulang, yaitu dengan menggunakan kekuatan militer untuk mem-back up kekuatan Tamalaki yang digunakan oleh salah satu pasangan calon yang menang dalam Pilkada I.

Dukungan yang diberikan oleh Gubernur kepada Dinamis Yunus adalah merestui penundaan pilkada. Saat menghadap Gubernur menyampaikan hasil putusan Pengadilan Negeri Kolaka dan putusan Pengadilan Tinggi Sultra. Keduanya memiliki kepentingan yang berbeda dalam satu konflik, Dinamis menginginkan pilkada ditunda dan Gubernur membuat situasi dimana pilkada dapat diulang sehingga terjadi konspirasi hukum dan politik dalam upaya menggagalkan Pilkada putaran II.

Cara Memperjuangkan Kepentingan

Cara-cara yang digunakan oleh kelompok yang menginginkan Pilkada ulang, adalah melalui jalur hukum dan politik (dalam hal ini penggunaan kekuasaan birokrasi). Seperti yang dilakukan oleh Calon Yunus, dengan melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Walaupun dalam UU 32 tahun 2004 dan PP No. 6/2005, tidak mengatur tentang gugatan terhadap penetapan Cabup-Cawabup, karena bukan merupakan sengketa Pilkada, namun bagi Calon Yunus , upaya hukum tersebut memiliki kekuatan hukum tetap, dengan demikian dapat menggugurkan penetapan KPUD. Cara ini dianggap berhasil, karena gugatan Calon Yunus dimenangkan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Cara yang dilakukan oleh KPUD dalam menjegal pelaksanaan pilkada tahap II dengan bersurat kepada Mendagri pada tanggal 11 Oktober 2005 mengenai hasil rapat paripurna DPRD yang isinya antara lain mengatakan penetapan pasangan Calon yang dilakukan oleh KPUD cacat hukum karena tidak mengakomodir pasangan Calon yang seharusnya berhak untuk ikut pilkada, KPUD telah bersikap arogan dengan tidak mengindahkan Putusan Pengadilan Negeri Kolaka dan Pengadilan Tinggi Sultra, Sikap arogansi KPUD juga ditunjukkan dengan tidak mengindahkan surat Mendagri dan Gubernur, disamping itu surat ini juga memaparkan tentang kecurangan dan ketidaksiapan KPUD dalam menyelenggarakan pilkada. Tidak hanya itu, pada tanggal 27 Oktober 2005, KPUD bersurat pada Pj. Bupati Kolut agar menangguhkan pencairan dana pilkada tahap II. Dikatakan ini sebagai hasil konsultasi dengan Gubernur Sulawesi Tenggara dan Direktur Pejabat Negara di Jakarta.

Menindak lanjuti hal tersebut, Gubernur berinisiatif mengadakan pertemuan di Pomalaa Kabupaten Kolaka pada tanggal 30 Oktober 2005 dengan mengundang Pj. Bupati Kolut, Ketua DPRD, anggota Muspida, serta anggota KPUD Kolut. Dan hal yang mengejutkan semua yang hadir adalah pertemuan ini juga di ikuti oleh Dinamis Yunus. Isi pertemuan tersebut adalah meminta dengan resmi penangguhan pencairan dana pilkada sampai dengan selesainya proses hukum dan keluarnya keputusan kasasi MA.

Konflik antara Dinamis Yunus dengan KPUD menjadikan Gubernur memiliki alasan melakukan sejumlah trik-trik politik untuk menunda Pilkada putaran II dengan menggunakan kekuasannya dan pengaruhnya di Partai GOLKAR. Hal ini semakin jelas dengan pernyataan Gubernur usai membuka rapat kerja GOLKAR di Kabupaten Kolaka yang mengatakan hanya merestui pelaksanaan Pilkada ulang[29]. Kemudian dalam rapat kerja GOLKAR tersebut ada dua diantaranya rekomendasi penting yang dihasilkan, yaitu mendukung Ali Mazi sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara untuk periode berikutnya dan mendukung kader GOLKAR sebagai calon Bupati Kolaka Utara.

Realitas tersebut membuktikan adanya konspirasi politik dari kelompok yang menginginkan Pilkada ulang, sebagai upaya untuk kembali bertarung pada Pilkada di Kolut. Ini terungkap pada saat Dialog antara ketua DPRD dengan Forum Penyelamat Kolaka Utara yang melakukan demonstrasi menuntut ketegasan sikap DPRD Kolut tentang pelaksanaan Pilkada yang dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Juni 2006.

Dalam dialog tersebut, ketua DPRD menyatakan bahwa yang memiliki wewenang untuk memutuskan pelaksanaan Pilkada adalah Gubernur, DPRD tidak memiliki wewenang untuk memberikan keputusan apakah Pilkada diulang atau dilanjutkan.

Fakta lain yang menguatkan adanya konspirasi politik adalah, hasil sidang paripurna DPRD Kolut tentang pelaksanaan Pilkada di Kolut, memberikan rekomendasi untuk membatalkan hasil Pilkada dan mengganti anggota KPUD Kolut. Namun Gubernur tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi ke Mendagri atau surat keputusan pembatalan hasil Pilkada putaran I. Pernyataan-pernyataan Gubernur yang menginginkan Pilkada ulang hanya disampaikan dalam bentuk pernyataan lisan, sehingga tidak dapat dijadikan dasar hukum pembatalan hasil Pilkada putaran I. Dalam konteks ini terjadi ”perselingkuhan hukum dan politik” sebagai upaya untuk melaksanakan Pilkada ulang.

Bila mengkaji PP No. 6 tahun 2005, tidak ada satu pasal yang mengatur bahwa gugatan Dinamis Yunus masuk dalam kategori sengketa Pilkada. Pertama, Dinamis Yunus bukan merupakan pasangan Cabup yang ditetapkan oleh KPUD, posisi Dinamis Yunus adalah warga negara yang menganggap hak-hak politiknya tidak diakomodir oleh KPUD, namun tidak ada alasan gugatan tersebut dapat menghambat pelaksanaan Pilkada; kedua, gugatan tersebut bukan mengenai perhitungan suara sebagaimana yang diatur dalam PP No. 6 tahun 2005 tentang sengketa perhitungan suara. Ini dikuatkan oleh fatwa MA, bahwa gugatan tersebut hanya merupakan gugatan perdata biasa yang secara langsung tidak berhubungan dengan pelaksanaan Pilkada.

Disisi lain, KPUD sebagai penyelenggaran Pilkada yang menginginkan Pilkada putaran II, melakukan upaya-upaya konsolidasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Pilkada, baik pemerintah, DPRD, Mendagri, maupun DPN Partai PDK, untuk mendapatkan dukungan dan penjelasan terhadap konflik yang terjadi. Terhadap gugatan yang diajukan Dinamis Yunus yang dimenangkan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, KPUD melakukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung, sehingga sampai saat ini, belum ada keputusan hukum yang mengikat terhadap gugatan tersebut.

Keluarnya fatwa MA terhadap konflik Pilkada, merupakan salah satu hasil konsolidasi KPUD dengan Mendagri, dimana Mendagri mengusulkan agar masalah tersebut tidak berlarut-larut, sambil menunggu keputusan hukum MA, KPUD dapat meminta fatwa MA, sehingga masalah konflik tersebut menjadi jelas. Sehingga walaupun fatwa MA bukan keputusan hukum, namun dapat dijadikan pertimbangan hukum bagi pelaksanaan Pilkada putaran II. Dengan keluarnya fatwa MA tersebut, KPUD melakukan koordinasi awal pelaksanaan pilkada tahap II dengan DPRD Kolut, pj. Bupati Kolut dan Gubernur, namun baik Gubernur, DPRD Kolut dan pj. Bupati tetap pada pendirian semula, yaitu menunggu hasil keputusan MA sebagai sebuah keputusan hukum yang final dan mengikat bahkan oleh DinamisYunus fatwa MA tersebut dianggap sebagai ”cek kosong”.

Di dalam tubuh DPRD sendiri, terdapat dua pandangan yang berbeda. Fraksi Partai Golkar yang didukung oleh PDK dan PBB yang berjumlah 7 orang, tetap pada pendirian bahwa Pilkada harus diulang. Namun fraksi gabungan yang terdiri atas, PAN, PNBK, PP, PPP, PBR dan PKS menginginkan Pilkada putaran II. Perpecahan di tubuh DPRD ini mulai mengemuka setelah keluarnya fatwa MA. Sikap ketua DPRD dengan perpecahan di tubuh DPRD akan konflik yang terjadi, mulai ”lepas tangan” dan menyatakan bahwa masalah ini ada di tangan Gubernur.

Sehari kemudian Ketua DPRD mengeluarkan rekomendasi kepada pj. Bupati Kolut untuk menangguhkan dana Pilkada putaran II, yang pada akhirnya berdasarkan rekomendasi DPRD, pj. Bupati mengeluarkan surat penangguhan dana Pilkada putaran II.

Walaupun tidak ada satu aturan hukum yang mengatur adanya Pilkada ulang dan tanggapan pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk memberikan penjelasan terhadap pelaksanaan Pilkada putaran I, telah mengeluarkan pernyataan yang membenarkan tindakan KPUD dalam pelaksanaan Pilkada putaran I, seperti hasil investigasi DPD RI, yang menyimpulkan bahwa KPUD telah melakukan tahapan-tahapan Pilkada sesuai prosedur hukum yang berlaku, serta fatwa MA yang menyatakan bahwa gugatan Dinamis Yunus bukan merupakan sengketa Pilkada yang tidak dapat menghambat pelaksanaan Pilkada, namun tidak diindahkan oleh Gubernur yang tetap menginginkan Pilkada ulang.

KESIMPULAN

Terdapat tiga wacana yang berkembang mengenai pemicu konflik Pilkada Kolaka Utara. Dari ketiga wacana tersebut, permasalahan penetapan pasangan Calon oleh KPUD yang berbuntut gugatan oleh salah satu bakal pasangan Calon yang tidak terakomodir disinyalir oleh sebagian pihak sebagai biang konflik.. Namun ada juga beberapa yang beranggapan konflik Pilkada Kolut adalah akumulasi dari permasalahan yang timbul mulai pra hingga pasca pilkada termasuk di dalamnya konflik internal Partai PDK yang berbuntut pada terjadinya penCalon an ganda dari dualisme kepemimpinan di tubuh partai tersebut.

Terjadinya dualisme kepemimpinan DPK Partai PDK Kolut tidak lepas dari sikap ambigu dan ketidakkonsistenan yang ditunjukkan pimpinan partai di tingkat pusat dalam memutuskan kepengurusan yang sah di Kolaka Utara. Dualisme kepemimpinan yang sarat dengan kepentingan yang berhubungan dengan pengalon an pasangan Cabup/Cawabup dalam pilkada Kolut. Hal ini menunjukkan rendahnya respektsi elit partai dalam memahami dan melaksanakan aturan partai.

Masalah internal partai ini kemudian berimbas pada permasalahan penetapan pasangan Calon oleh KPUD. Dieliminirnya salah satu bakal pasangan Calon dari Partai PDK berbuntut dengan tidak jelasnya pelaksanaan Pilkada putaran II di Kolaka Utara. Kenyataan ini merupakan bias dari upaya mempertahankan kepentingan masing-masing pihak yang berkonflik. Mengurai kronologis Konflik, latar belakang dan peta konflik bagaikan mengurai benang kusut sebagai akibat perselingkuhan hukum dan politik dalam rangka mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan yang ingin dicapai.

Sampai saat ini, pelaksanaan Pilkada putaran II belum juga terlaksana meskipun MA telah mengeluarkan fatwa yang memberi sinyal tentang kelanjutan pelaksanaan Pilkada. Tekanan dari masyarakat agar Pilkada segera di gelar tidak membuat DPRD dan Pemerintah segera menyikapi kondisi ini. Ketua DPRD mulai melemparkan tanggung jawab ini ke Gubernur, bahwa yang memiliki wewenang untuk memutuskan pelaksanaan Pilkada di tangan Gubernur. Sementara Gubernur sendiri mengatakan menunggu petunjuk dari Mendagri. Sikap ini memberi gambaran bahwa ada konspirasi politik yang terbangun ditingkat elite politik lokal, melalui jalur hukum yang menginginkan Pilkada ulang dilaksanakan.

Pelaksanaan pilkada yang tadinya diharapkan dapat menjadi salah satu tonggak pelaksanaan demokrasi yang sesungguhnya justru menjadi sandungan bagi elit yang baru belajar berdemokrasi karena ketidaksiapan menghadapi perubahan sistem dan kurang sigap menerima keterbukaan dan reformasi birokrasi. Meski disadari bahwa menuju demokrasi yang ideal membutuhkan waktu yang lama dan akan menghadapi banyak tantangan dalam memapankan demokrasi yang ideal tersebut.

Secara konseptual, urgensi diterapkannya sistem pilkada langsung sangat erat terkait dengan upaya untuk mewujudkan tujuan hakiki dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kendati pada tataran teoritis, hingga saat ini keterkaitan secara langsung antara kebijakan desentralisasi dengan upaya untuk mewujudkan demokrsatisasi dan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal tersebut masih diperdebatkan (Oyugi, 2000). Meskipun banyak pihak yang menyambut positif pelaksanaan pilkada langsung namun tidak sedikit pihak yang skeptis dalam menyikapi pelaksanaan pilkada langsung. Khususnya mengenai kesiapan institusi dan kesiapan masyarakat daerah dalam melaksanakan pilkada secaral langsung.

Dengan asumsi bahwa pada saat Indonesia sedang berada pada periode transisi demokrasi, maka implikasi terhadap pelaksanaan sistem pilkada langsung tidak dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan jika democratic behaviour (perilaku demokrasi) belum eksis pada tataran elit penyelenggara pemerintahan, maupun dikalangan masyarakat. Sehingga menurut Syarif Hidayat dalam Urgensi dan Bahaya Pilkada, substantive democracy masih kurang relevan dijadikan sebagai landasan berfikir dalam memahami praktik pilkada langsung pada periode transisi demokrasi. Salah satu karakteristik dasar dari transisi demokrasi adalah masih minimnya perilaku demokrasi, baik di tataran penyelenggara negara maupun di kalangan masyarakat sendiri. Akibatnya proses politik masih lebih banyak didominasi oleh interaksi, kompetisi dan kompromi kepentingan-kepentingan antara elit penguasa, pada satu sisi dan elit masyarakat (societal actor), pada sisi lain.

Wacana tentang pilkada yang ideal tentu menjadi ekspektasi yang begitu tinggi jika diukur dengan kemampuan masyarakat indonesia secara umum dalam mewujudkan tujuan tersebut. Beberapa persoalan yang dikhawatirkan muncul dalam proses pelaksanaan pilkada adalah konflik-konflik, kesiapan melaksanaan pilkada oleh semua kalangan, kesiapan pendanaan, distribusi logistik, dan lain-lain. Ketidaksiapan pelaksanaan pilkada di masyarakat bukan saja berkaitan dengan ketidaksiapan teknis tapi juga ketidaksiapan untuk menciptakan kualitas demokrasi melalui pilkada langsung, serta sportifitas masyarakat terhadap hasil pilkada langsung yang masih rendah yang pada gilirannya akan menyulut konflik[30]. Selain itu, menurut Syamsuddin Haris, salah satu kekuatiran dalam pilkada adalah terbatas serta minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang proses penyelenggaraan pilkada, sehingga membuka peluang bagi penyalahgunaan oleh elit politik.

Konflik yang banyak mendominasi pelaksanaan pilkada adalah konflik kepentingan elit dalam mencapai tujuan politiknya. Dalam mendapatkan keinginannya menghalalkan segala cara, meskipun itu berarti mengorbankan banyak kepentingan publik dan kepentingan yang lebih besar serta bertentangan dengan nilai-nilai normatif bahkan peraturan perundang-undangan. Idealnya sebagai pemimpin dan calon pemimpin dalam memperjuangkan kepentingan politiknya dilakukan dengan upaya-upaya yang konstruktif dan mengutamakan kepentingan rakyat.



[1] Ansar Sangka merupakan Pj. Bupati terdahulu yang hendak menCalon kan lagi (incumbent)

[2] Kendari Pos, 28 September 2005, Anarkis, Massa Calon Yunus Serbu KPUD Kolut

[3] Dalam putusannya kemudin Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tenggara memenangkan pasangan Calon Yunus -Mallippang Ali. KPUD melakukan upaya hukum dengan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA), yang hingga saat ini belum ada putusan dari MA

[4] Kendari Pos, 27 September 2005, KPUD Kolut Keukeuh Gelar Pilkada 29 September

[5] Kendari Pos, 3 Oktober 2005 : Pilkada Kolaka Utara Harus Putaran Kedua. Kepastian tentang itu masih menunggu pengumuman hasil Pilkada yang dikeluarkan oleh KPUD Kabupaten Kolaka Utara secara resmi pada tanggal 8 Oktober 2005.

[6] Pasal 236A menyatakan bahwa dalam hal di suatu daerah pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya di seluruh atau sebagian wilayah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakibat pemilihan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal, pemilihan ditunda yang ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

[7] Pasal 149 menyatakan bahwa penundaan seluruh atau sebagian tahapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota diajukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bupati/ Walikota atas usul KPUD Kabupaten/ Kota melalui Pimpinan DPRD Kabupaten/ Kota.

[8] Fatwa MA dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2006, yang isinya antara lain mengatakan :

· Permasalahan tentang pengajuan Calon -Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan kewenangan dan tanggung jawab KPUD Kabupaten Setempat, sebagaimana yang ditentukan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 (pasal 57 dst) juncto PP No.6 Tahun 2005

· Kewenangan MA dalam kaitannya dengan Pilkada tersebut sesuai dengan pasal 106 UU No.32 tahun 2004 juncto pasal 94 ayat 1 PP No.6 Tahun 2005 adalah apabila ada keberatan terhadap perhitungan suara suatu penetapan hasil pemilihan yang hanya dapat diajukan oleh pasangan Calon kepada MA dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan.

[9] Pada saat pilpres 72.764 pemilih menggunakan hak pilihnya, Pemilihan legislatif 47.202, Pemilihan Kepala Derah Langsung 53.630 pemilih yang tercatat di KPUD.

[10] Kendari Ekspres, 3 September 2005 ‘KPU dan Panwas Kolut Beda Pendapat’,

Kendari Ekspres, 27 September 2005 ‘KPUD Kolut Keukeuh Gelar Pilkada 29 September’

Kendari Ekspres, 28 September 2005 ‘Anarkis, Massa Calon Yunus Serbu KPUD Kolut’

[11] Wawancara dengan Ansar Sangka tanggal 25 Mei 2006

[12] Wawancara dengan Tasrim, Hj. Suhariah, Tahir, Kamaruddin, dan Martani, masing-masing tanggal 24 April 2006, 2 Mei 2006, 28 Mei 2006, 27 Mei 2006, dan 29 April 2006

[13] Wawancara dengan Sutan Harahap dan Hakku Wahab masing-masing pada tanggal 10 April 2006 dan 18 April 2006

[14] Kader Partai PDK. Anggota DPRD Kolut utusan Partai PDK, anggota Fraksi Gabungan

[15] Surat ini menjadi salah satu bukti yang diajukan KPUD ke PN Kolaka tapi disisihkan karena dianggap tidak cukup representatif karena bukan Presiden Partai PDK yang bertandatangan.

[16] Disarikan dari wawancara Hakku Wahab dan Ansar Sangka

[17] Surat ini adalah salah satu bukti yang diajukan Dinamis Yunus di pengadilan

[18]Surat ini menjadi salah satu bukti yang diajukan KPUD ke PN Kolaka tapi disisihkan karena dianggap tidak cukup representatif karena bukan Presiden PDK yang bertandatangan.

[19]Surat ini menjadi salah satu bukti yang diajukan pasangan Calon Yunus –Malippang Ali dalam persidangan.

[20] ”Penetapan pasangan Calon dilakukan setelah kami berlima shalat bersama memohon petunjuk Allah SWT, sampai menjelang subuh, kami sambil berpegagan tangan menyatakan secara bulat pasangan Calon bupati dan wakil bupati yang akan mengikuti pilkada di Kab. Kolut”

[21] Salah seorang yang banyak berinteraksi dengan KPUD Kolut selama kasus ini mengemuka.

[22] M. Tahir dalam wawancara tanggal 28 mei 2006

[23] Kendari Ekspres, 11 Oktober 2005 Tujuh Anggota Dewan Datangi KPUD,

[24] Dalam Wawancara tanggal 29 April 2006, Tasrim mengatakan ”Penetapan pasangan Calon ini dilakukan setelah kami berlima shalat bersama memohon petunjuk Allah SWT, sampai menjelang subuh, kami sambil berpegangan tangan menyatakan secara bulat pasangan Calon bupati dan wakil bupati yang akan mengikuti pilkada di Kabupaten Kolaka Utara”.

[25] Wawancara dengan Al Amin (tim sukses Hakku Wahab), Calon Yunus , dan Tahir, masing-masing pada tanggal 4 November 2004, 19 April 2006, dan 28 Mei 2006

[26] Kendari Pos, 27 Oktober 2005 KPUD Kolut Siapkan Rp.700 Juta

[27]Salah satu gugatan pasangan Calon Yunus yang dikabulkan oleh pengadilan adalah membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan tidak sah pengusulan dan penCalon an yang dilakukan Syamsuddin Pasara kepada Pasangan Bustam AS-Safruddin sebagai cabup/cawabup Kolutbmelalui partai PDK Kolut.

[28]Dalam teori hukum ada perbedaan peristilahan tentang wewenang yang sifatnya hukum publik dengan wewenang hukum perdata. Wewenang hukum publik adalah wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang sifatnya hukum publik, seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil keputusan-keputusan, atau menetapkan sejumah rencana yang berakibat hukum. Hanya orang-orang dan badan-badan yang memiliki wewenang hukum publik yang sesuai atau menurut undang-undang saja yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum yang bersifat hukum pubik. Mereka ini dapat berupa penguasa.

Sedangkan wewenang hukum perdata dimiliki oleh orang-orang pribadi atau badan-badan hukum. Suatu lembaga pemerintahan hanya dapat melakukan wewenang hukum perdata jika merupakan badan hukum sesuai dengan hukum perdata. Pelaksanaan wewenang hukum perdata pada dasarnya terikat akan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sama seperti yang berlaku bagi orang-orang pribadi.

Lembaga publik dapat saja melakukan tindakan keperdataan seperti dalam hal perjanjian, atau kontrak yang tentu saja kemudian lembaga publik tersebut akan tunduk kepada hukum perdata jika timbul suatu permasalahan. Tidak demikian halnya dengan suatu keputusan publik yang telah dibuat oleh lembaga berwenang. Dalam hal ini maka keputusan tersebut bukan merupakan lingkup hukum perdata.

[29] Kendari Pos, 10 Mei 2006 Ali Mazi Hanya Izinkan Pilkada Ulang

[30] Slamet Luwihono dkk, ”Dilema Etis (Politik) Pilkada 2005 Kabupaten Semarang”, Makalah disampaikan pada Seminar Internasional ke 6 ”Dinamika Politik Lokal Di Indonesia : Etika, Politik, dan Demokrasi ”, yang diselenggarakan oleh Lembaga Percik, Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 2-5 Agustus 2005.

Tidak ada komentar: