Kamis, 27 November 2008

Panwaslu dan Kepentingan Parpol

Ada fenomena menarik seputar proses pelaksanaan Pilkada yang hampir terjadi di semua Pilkada Kabupaten, dan sekarang juga terjadi dalam Pilkada Provinsi. Fenomena tersebut adalah fenomena dukungan ganda terhadap dua pasangan calon yang maju dalam pemilihan, dan konsekuensinya pembatalan dukungan terhadap salah satu pasangan calon. Ini tentu saja bukan kejadian yang biasa-biasa saja, karena memberikan gambaran betapa sebagian elit partai belum juga dewasa dalam berpolitik, dan semrawutnya mekanisme pengambilan kebijakan dalam sebagian partai politik

Dukungan ganda terhadap dua pasangan calon yang berbeda oleh partai yang sama menunjukkan adanya dualisme kepemimpinan di tubuh partai. Dualisme kepemimpinan ini bisa jadi disebabkan oleh adanya pertarungan kepentingan elit dalam internal partai. Pertarungan ini menjadi klimaks ketika sebuah kebijakan strategis yang bersifat politis mencuat. Kepentingan yang tadinya bersifat laten kemudian menampakkan reason yang sesungguhnya, keinginan untuk ikut dalam lingkaran kekuasaan.

Masalah pencalonan pasangan dan dukungan partai, serta gabungan partai sangat jelas diatur dalam pasal 59 UU RI No. 32/2004 juga dalam PP No. 6/2005 pasal 37. Baik mengenai persyaratan partai dan gabungan partai yang mendukung maupun proses dan mekanisme penjaringan bakal calon yang harus transparan. Namun rupanya tak semua partai bersungguh-sungguh melakukan mekanisme perekrutan bakal calon ini dengan benar. Tidak transparannya perekrutan calon akhirnya melahirkan dukungan ganda, karena panitia yang melakukan perekrutan tidak jelas, terkesan berjalan sendiri, akhirnya sebagian pengurus dan anggota ada yang merasa tidak dilibatkan. Pihak-pihak yang tidak puas inilah kemudian yang mengajukan permasalahan ke tingkat pusat dan biasanya dijawab oleh pusat dengan pemecatan, mandat, dan rekomendasi.

Keinginan KPUD untuk melakukan verifikasi ke Jakarta adalah langkah yang positif. Mengingat dualisme kepemimpinan dan adanya dukungan yang berbeda terhadap dua pasangan calon oleh partai, tidak lepas dari kebijakan partai di tingkat pusat (DPP). Bercermin dari kasus-kasus sebelumnya, verifikasi ini hendaknya bersifat independen, dalam arti tidak melibatkan salah satu pasangan calon saja. Dalam salah satu kasus Pilkada kabupaten di Sulawesi Tenggara, ada indikasi perjalanan KPUD dalam melakukan verifikasi di biayai oleh salah satu pasangan calon yang berseteru, akibatnya bisa dipastikan, KPUD tidak bebas intervensi dan Pilkada terbelit konflik.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh KPUD sehubungan dengan verifikasi ini. Benar bahwa UU No. 32 telah mengatur bahwa pengusungan calon hanya boleh dilakukan oleh partai setingkat DPW/DPD Provinsi. Tapi menafikan rekomendasi dari DPP partai juga bukan langkah yang bijak, tentu saja dengan melihat keabsahan dan keaslian surat rekomendasi tersebut, yang ditandatangani oleh Sekjen atau pimpinan yang setingkat dengan sekjen atau sesuai dengan AD/ART Partai politik. Bagaimana pun juga partai mempunyai aturan main dan mekanisme yang diatur dalam AD/ART tentang penetapan kebijakan strategis termasuk kebijakan politik dalam mendukung salah satu pasangan calon. Bila didalam AD/ART partai dinyatakan bahwa dukungan terhadap pasangan calon direkomendasikan oleh DPP, maka semua pihak harus menghormati itu sebagai keputusan partai. Sebab di Indonesia, partai politik di tingkat DPW/DPD/DPC belum independen, hal-hal yang bersifat politis harus di konsultasikan dengan DPP. Meskipun dengan sedikit ironi harus diakui proses-proses yang berlangsung ditubuh parpol membingungkan dan semrawut, tidak hanya di tingkat DPC tapi bahkan DPP.

Hal kedua yang juga harus diperhatikan adalah bila terdapat dualisme kepemimpinan di tubuh partai, maka pencalonan yang diajukan oleh pengurus yang dianggap sah oleh pengurus partai politik di tingkat pusat, sebagaimana yang diatur oleh AD/ART partai politik yang bersangkutan, yang boleh diloloskan oleh KPUD untuk maju ke tahapan berikutnya. Ini sesuai dengan pasal 138 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 6/2005.

Perihal pembatalan dukungan terhadap salahsatu pasangan calon oleh partai politik, sepanjang pembatalan tersebut terjadi sebelum adanya penetapan pasangan calon oleh KPUD yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon, maka itu tidak bertentangan dengan UU RI No. 32 pasal 62. Lagipula, saat ini masih verifikasi parpol sebagai bagian dari penelitian ulang dan memberi kesempatan kepada parpol untuk melengkapi syarat-syarat administrasi pasangan calon yang didukungnya. Salah satu syarat administrasi yang biasanya mengganjal laju pasangan calon adalah persentase dukungan partai, sehingga hal yang biasa apabila pembatalan dan pengalihan dukungan terjadi. Sepanjang belum ditetapkan pasangan calon. Hasil penelitian ulang yang dilakukan KPUD nantinya akan di plenokan, untuk kemudian ditetapkan nama pasangan calon yang akan maju dalam Pilkada.

Sebagai institusi penyelenggara, KPUD hanya bertindak memfasilitasi jalannya Pilkada dengan menjalankan proses dan tahapan yang telah diatur oleh UU. Dengan demikian, intervensi KPUD yang terlalu jauh terhadap partai politik, seperti yang terjadi dalam Pilwali Kota Kendari oleh KPUD Kota tidak terulang. KPUD harus berlaku adil terhadap semua pasangan calon tanpa memandang background partai (apakah dari partai yang berkuasa atau partai gurem), afiliasi etnis (yang dominan atau marginal), muatan psikologi dan primordial.

Kendari, Februari 2007

Tidak ada komentar: